SORE itu saya terhenyak mendengar berita meninggalnya Prof. Fuad
Hasan, mantan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia pada era
80-an. Saya tidak mengenal secara pribadi terhadap beliau, hanya
beberapa kali berjumpa karena suatu urusan dinas. Itu pun dengan
intensitas waktu yang singkat.
Namun, ada sesuatu yang menarik di sana; sekalipun intensitas waktu yang singkat, beliau begitu memanfaatkannya dengan efisien dan efektif. Begitu jumpa beliau, ada sesuatu yang luar biasa, yaitu daya ingat beliau dengan persis dapat menyebut nama, bahkan kita pernah jumpa pada peristiwa apa, membicarakan apa, dan di mana dengan tepat.
Karena daya ingat yang demikian, interaksi yang dibangun pun menjadi begitu dekat, sehingga kita tidak merasa sedang berhadapan dengan seorang menteri. Sesuai dengan aturan protokoler diakui bahwa untuk menjumpai menteri bukan hal yang mudah, akan tetapi setelah kita berada di ruang beliau dan terlepas dari pengawasan protokoler, suasana begitu hangat, tapi tidak lepas dari koridor keilmuan, kesahabatan, dan kebapakan.
Namun, ada sesuatu yang menarik di sana; sekalipun intensitas waktu yang singkat, beliau begitu memanfaatkannya dengan efisien dan efektif. Begitu jumpa beliau, ada sesuatu yang luar biasa, yaitu daya ingat beliau dengan persis dapat menyebut nama, bahkan kita pernah jumpa pada peristiwa apa, membicarakan apa, dan di mana dengan tepat.
Karena daya ingat yang demikian, interaksi yang dibangun pun menjadi begitu dekat, sehingga kita tidak merasa sedang berhadapan dengan seorang menteri. Sesuai dengan aturan protokoler diakui bahwa untuk menjumpai menteri bukan hal yang mudah, akan tetapi setelah kita berada di ruang beliau dan terlepas dari pengawasan protokoler, suasana begitu hangat, tapi tidak lepas dari koridor keilmuan, kesahabatan, dan kebapakan.