Harta Yang Paling Berharga nan Mulia Adalah Ilmu

Sabtu, 05 Januari 2013

ANTARA TAHTA DAN PENJARA


Pada saat pulang bersama dari Serang dengan rombongan ditengah Selat Sunda yang sedang bergejolak, kami rombongan berada di dalam Kapal Penyeberangan Fery Merak menuju Bakhahuni, pimpinan rombongan yang sekaligus Dekan berteriak saat melihat tayangan Televisi di Ruang Utama Penumpang, saat melihat adegan bagaimana seorang pimpinan partai besar di Republik ini tersandung perkara korupsi.
Terlepas dari kebenaran issue itu adalah bukan ranah yang untuk dibicarakan pada tulisan ini, akan tetapi bagaimana tipisnya batas antara Tahta yang diduduki seseorang dengan Penjara disisi lain adalah sesuatu yang menarik untuk di kaji. Kondisi negara yang seperti sekarang ini setiap hari media masa, terlepas dari apa motivasinya, menampilkan suguhan yang berkaitan dengan maraknya para petinggi tersandung masalah sekitar keuangan negara.
Peringatan ini pernah juga digelar pada jagad Wayang Purwa, bagaimana menderitanya para Pendawa yang selama ini menjadi Raja Agung Binatara, berubah menjadi gembel orang buangan di Hutan Dandaka, karena kalah judi.
Ternyata semua tamsil di atas memposisikan diri kita pada perenungan bahwa betapa tidak abadinya dunia ini. Perubahan posisi manusia begitu cepat sekali jika Yang Maha Pencipta menghendaki. Logika-logika nalar manusia tidak dapat menembus semua jantra tadi.

Pembelajaran bagi semua kita, termasuk penulis, untuk merenungkan bahwa banyak peristiwa sosial yang tidak dapat dijelaskan dengan hukum logika. Faktor di luar logika tidak jarang menjadi begitu kuat, sehingga suatu peristiwa terjadi. Apalagi pada kondisi anomali sosial, jelas tampak hukum hukum linier tidak mampu memberikan penjelasan, apalagi menganalisisnya. Oleh karena itu logika nalar empiris sering menyimpang jika dipakai alat analisis situasi seperti sekarang ini. Situasi anomali sosial serupa ini menggiring banyak orang pada dua pilihan. Pilihan pertama, ikut menjadi pelaku, dengan prinsip masuk penjara adalah bagian dari kehidupan unruk mencari kekayaan sekaligus ketenaran. Pilihan kedua, mundur dari percaturan dunia, minggir dan menjadi penonton saja.
Situasi seperti ini hanya pendidikan diri yang mampu memberikan benteng agar kita dapat berbuat arif. Pendidikan diri (self education)  sekolahannya ada pada kehidupan yang terbentang ini. Gurunya adalah Tukang Becak, Kepala Sekolahnya Simbok Tukang Sayur, Wali Kelasnya Tukang Sapu Jalan. Maksudnya ialah jika kita dapat menangkap esensi dari apa yang dikerjakan oleh kelompok ini, maka kita sebenarnya mampu melihat kehidupan ini secara makrifat.
Tukang Becak, Simbok Tukang Sayur, Tukang Sapu Jalan dalam menjalani hidup ini penuh dengan keihlasan tanpa pamrih. Semua perjalanan hidup mereka lakoni dengan tanpa beban, yang ada dikepalanya hanya mengabdi kepada yang punya hidup. Oleh karena itu mencari keridhoan dan menjalani hidup dengan usaha dan kepasrahan adalah sesuatu kemulyaan baginya.
Teladan kehidupan batiniah serupa ini memang tidak mudah kita menangkapnya. Paling tidak diperlukan kemampuan membaca tanda dari kehidupan. Penanda kehidupan inilah yang sangat sulit kita pahami secara lahiriah. Namun pendidikan yang berhasil adalah jika pendidik mampu membawa peserta didiknya memahami semua yang ada dibalik pertanda kehidupan tadi. Seorang ahli pendidikan bernama Oswal Kulpe mengatakan bahwa proses pendidikan itu dikatakan berhasil jika peserta didiknya mampu berfikir tingkat tinggi, yaitu mampu berfikir apa yang dipikirkan orang lain.
Pekerjaan yang tersisa sekarang ialah bagaimana kemampuan berfikir tingkat tinggi tadi menjadi produktif, bukan destruktif. Seorang koruptor tidak ada yang memiliki pemikiran tingkat rendah, sayangnya kemampuan berfikir tingkat tinggi digunakan untuk sesuatu yang tidak pada tempatnya. Tugas kita semua sekarang adalah bagaimana orang-orang yang memiliki kemampuan berfikir tingkat tinggi tadi diisi jiwanya dengan religiusitas, rasa kebangsaan, dan solidaritas sosial, serta membangun negeri, dan tidak mudah terpengruh dengan kondisi anomali sekitarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar