Harta Yang Paling Berharga nan Mulia Adalah Ilmu

Sabtu, 05 Januari 2013

KADO AKHIR TAHUN BUAT KEMANUSIAAN


Dengan ucapan Innalilahiwainailaihi rujiun untuk akhir tahun ini kepada Lampung dan Sumatera Selatan yang telah diberi kado oleh salah satu stasion televisi  dan Youtube dengan menampilkan adegan sadis di dunia maya. Saya sebagai insan akademis merasa malu melihat dan menerima telpon serta pesan singkat dari teman-teman diseantero jagad ini, ingin mengkonfirmasi kebenaran berita dan gambar tadi.
Sebagai orang yang beradab saya merasa hancur lebur perasaan melihat adegan-adegan di youtube. Terlepas kebenaran dari gambar atau adegan dari para pelaku, semua ini merusak dan menjungkirbalikkan tatanan kemanusiaan. Ada sesuatu yang tidak sehat di tengah masyarakat kita sekarang. Mesuji yang baru saja selesai pesta demokrasi pemilihan kepala daerah, ternyata harus menerima tambahan beban baru dengan penampilan adegan yang entah dari mana yang mengatasnamakan Mesuji, membangun citra negatif untuk kepentingan segelintir orang.
Apapun alasan dan siapapun pelakunya, adalah kebiadaban yang tidak terkira pada dunia yang sudah sangat terbuka seperti ini. Kepemimpinan di daerah tersebut harus berani mengambil peran untuk menjadi peneduh. Jangan hanya butuh kepada rakyat saat Pilkada di gelar, sementara setelah selesai mereka dilupakan, karena merasa sudah membayar suara.

Aparat keamanan yang digaji menggunakan uang rakyat melalui pajak, sudah seharusnya melindungi rakyat. Aparat juga harus bertindak adil kepada investor, bukan berarti bebas mengeruknya, tetapi bagaimana rasa aman berinvestasi dapat terwujud, karena ini juga untuk menghidupi rakyat. Saya jadi teringat Surat Pembaca di Harian Kompas 16 Desember 2011 lalu, aparat Polisi mengeroyok seseorang hanya karena senggolan, kemudian yang menyelamatkan korban karena KTP nya beralamat di kompleks ABRI. Bayangkan kalau beliau beralamat di daerah bukan kompleks ABRI, mungkin nyawanyapun tidak tertolong. Dan ironis kejadian itu ada di Bogor yang hanya beberapa kilometer saja dari Jakarta. Jadi jika Mesuji yang memang jauh dari Ibu Kota, maka apakah ini lalu menjadikan pengesahan/pembenaran dari suatu alasan. Jika itu yang terjadi, maka hancurlah negara ini.
Kasus Mesuji sangat disesalkan, dan kejadian seperti ini bukan hanya tanggungjawab operator di lapangan, akan tetapi juga semua unsur yang ada di atas operator sudah membuat kesalahan, minimal kesalahan itu adalah lalai. Oleh sebab itu adalah wajar jika mereka juga harus ikut bertanggungjawab akan tindakan anak buah. Walaupun sudah bisa di duga mereka akan berdalih macam-macam untuk cuci tangan akan tanggung jawab yang ada. Korban terakhir tetap saja rakyat jelata yang kebutuhannya hanya cukup makan, sandang, dan papan. Tetapi juga harus diwaspadai adanya kepentingan terselubung dari segelintir orang yang ingin memanfaatkan momentum ini. Jelas daerah Mesuji tempat persengketaan berlangsung adalah daerah hutan lindung yang harus diselamatkan. Jangan karena sudah mencuat menasional justru diperkeruh dengan menduduki areal hutan lindung yang diperjualbelikan oleh sedikit oknum yang ingin memancing di air keruh.
Menjadi ironis juga jika oknum (apakah itu aparat atau Pam Swakarsa) hanya karena membela “uang keamanan” dari perusahaan sawit, tega menyiksa rakyat sendiri yang semestinya dilindungi. Apakah ini merupakah dampak Berhala Kapitalis yang melanda kita semua, sehingga kita lebih melindungi pemilik modal karena alasan ekonomi dari pada melindungi si kecil pelaku ekonomi. 
Namun demikian nanti dulu kita memvonis, karena bisa jadi kekejaman yang di unggah adalah peristiwa di tempat lain. Karena maksud-maksud tertentu, maka dengan kecanggihan teknologi di buat seolah-olah kejadian itu berlaku di suatu tempat, Mesuji misalnya. Jika ini yang terjadi, maka pembuatnya juga merupakan manusia yang tidak berperikemanusiaan. Karena tega merusak sendi-sendi kemanusiaan dengan menyebar fitnah.
Jika ke dua hal di atas terjadi, ternyata bangsa ini memerlukan “Grand Disain” sebagai pedoman penataulang kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita perlu memikirkan kembali pengejawantahan nilai-nilai Pancasila yang beberapa waktu ini kita lupakan. Harus ada upaya-upaya  mendasar agar peristiwa itu tidak terjadi lagi. Hal ini juga merupakan pelajaran berharga bagi kita semua, ternyata di era otonomi ini rasa aman pada warga menjadi amat mahal harganya.
Pekerjaan keras lainnya yang tertinggal ialah model pendidikan seperti apa yang kita perlukan untuk mendidik bangsa ini kedepan. Pendidikan Karakter, Pendidikan Moral Pancasila, dan lainnya lagi, hanyalah sarana. Ada hal yang lebih esensial lagi dari itu semua, yaitu suri teladan dari para pemimpin kepada rakyatnya. Pendidikan tanpa contoh kongkrit dari model yang diinginkan, maka pekerjaan itu hanya verbalisme, atau melepas kewajiban saja. Justru contoh yang terlanjur lepas di Youtube (untung sekarang sudah di blok), adalah hal yang sangat di sesalkan.
Sisa pekerjaan rumah lainnya ialah bagaimana upaya kita meyakinkan pihak luar dengan juga memasukkan informasi yang benar melalui dunia maya, apa dan bagaimana sebenarnya duduk perkara yang ada secara berimbang. Kita tidak perlu menutup informasi, karena hal itu hanya akan membendung air bah sesaat. Kita harus belajar dari kasus Warsidi di Lampung Timur beberapa puluh tahun lalu. Bekas ekor peristiwa itu sampai kini masih terus saja ada. Selamat Tutup Tahun, mari kita merenung sejenak, kemudain mari menyongsong tahun baru yang sebentar lagi datang, dengan harapan dan doa agar lebih baik kelak dikemudian hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar