Harta Yang Paling Berharga nan Mulia Adalah Ilmu

Senin, 17 Juni 2013

LEGIMO DAN KARTOMARMO



Sahdan dinegara Hastinapura salah seorang adik Raja Duryudana yang berjumlah seratus itu, salah satunya bernama Kartomarmo. Wayang yang berpangkat Pangeran ini memiliki karakter tersendiri yang ditempelkan kepadanya oleh Sang Dalang. Ciri utamanya yaitu siap menerima perintah dari atasan, biasanya pemberi perintah adalah Sang Mahapatih Sengkuni. Begitu perintah diucapkan Kartomarmo mengucapkan “siap laksanakan”, sehingga tidak jarang perintah belum habis diucapkan oleh sang Mahapatih, Kartomarmo sudah jalan duluan. Begitu sampai tujuan dia tidak mengetahui apa perintah tadi. Alhasil balik kanan tanya lagi kepada Sang Patih “saya tadi diperintah apa ya ?”.

Kejadian mirip seperti episode di atas sedang terjadi dijagad nyata saat ini. Sepenggal kehidupan sedang berpentas; seorang perwira tinggi dijajaran kepolisian mendapat tamparan dari seorang jenderal, demi sekardus uang. Harga pipi perwira ini barangkali termahal didunia karena telah berperan sebagai Kartomarmonya Jenderal.  Sang perwira hanya bisa berkata siap, sekalipun istri sedang berjuang dengan kanker, dia harus berkata siap. Sekalipun perintahnya untuk menilep uang negara, tetap saja dia berkata siap.


Jika persepsi kardus itu pada mind side kebanyakan orang (termasuk saya dan pembaca) adalah Super Mie, ternyata kardus tadi isinya uang bernilai milyaran rupiah. Pangkat boleh sama tetapi rejeki memang beda, inilah kasunyatan hidup. Tatanan bisa jungkir balik hanya karena rupiah. Ada yang berpangkat kopral berejeki jenderal, tetapi ada juga pangkat boleh jenderal, tetapi rejeki hanya kopral. 

Garis asimetris serupa ini sekarang sedang terseruak kepermukaan. Ada kiyai yang terpental karena diseruduk sapi, ada Jenderal yang “keloloten” kardus Super Mie, ada Bupati yang pindah rumah dari Sukakaya ke Sukamiskin. Masih banyak lagi episode yang membuat kita geleng kepala. 

Pada satu sisi ada figur yang sangat lugu dengan nama desa rejeki kota, disisi lain ada nama kota kelakuan udik.Lebih seru lagi konon menurut Mahfud.MD yang Guru Besar Hukum itu menyatakan delapan puluh persen dari para kurup adalah tamatan perguruan tinggi. Kalau begitu ada apa dan dimana yang salah negeri ini.

Kita semua menyadari memang tidak mungkin wayang satu kotak berisi Kartomarmo semua, atau semua jajaran kepolisian isinya Mas Legimo semua, karena sistem tidak akan berjalan, lakon tidak bisa digelar, komando juga akan mandeg. Tetapi seorang Legimo dan seeorang Kartomarmo saja sudah membuat heboh apalagi jika itu lebih dari satu.

Mari kita berfikir untuk tidak mengisi Sukamiskin menjadi penuh, karena jika itu yang terjadi berarti negara ini dapat disebut gagal. Tidak ada beda antara Indonesia dan Hastinapura, jika para petingginya hanya berfikir Kardus Super Mie, dan berujung pada masuknya mereka kedalam ruang dan waktu yang ada di Sukamiskin.

Mas Legimo dan Kartomarmo harus tetap ada, karena mereka harus menjalankan perannya, hanya bagaimana menemukan pemimpin sejati untuknya. Ini pertanyaan panjang yang harus diberi jawaban. Pemimpin yang tidak asal perintah, jika memerintahpun dituntut dengan hati nurani, tidak dengan tangan besi. Kasihan orang orang pengabdi seperti ini, mereka hanya punya satu niat memberikan yang terbaik kepada pemimpinnya. Sayangnya kesetiaan mereka sering disalahgunakan oleh para pemimpin yang tidak bertanggungjawab. Semoga cermin ini dapat dijadikan bahan introspeksi diri bagi kita semua.

1 komentar:

  1. Sak dermo wayang pak tinggal kita bisa bersabar atau tidak menerima titah

    BalasHapus