Harta Yang Paling Berharga nan Mulia Adalah Ilmu

Rabu, 19 Februari 2014

KILAS BALIK PENDIDIKAN DI LAMPUNG



Pagi di minggu terakhir tahun dua ribu tiga belas ini alat komunikasi berdering, diseberang sana ada seorang sohib menceritakan ada pensiunan pejabat di Provinsi ini beberapa hari lalu menyambangi kantor pemerintahan ditempat beliau bertugas, berang setengah mati. Usut punya usut, ternyata pejabat yang punya kekuasaan hampir tak terbatas dulu itu, mendapatkan perlakuan terbalik. Dulu pada waktu beliau menjadi “Tuan” di kantor ini, semua orang hormat dengan membungkukan badan, bahkan kalau bisa semut pun akan melakukan hal yang sama. Sekarang beliau mendapatkan perlakuan sangat kontras. Jangankan lagi hormat ala Jepang diperoleh, ditegurpun tidak, jika ada yang menegur hanya sekedar pembebas diri dari kuwajiban sebagai basa basi pergaulan.

Ada dua hal tamsil di atas dapat didapat; pertama, beliau tadi mengalami  post power sindrom, ke dua, pendidikan budi pekerti sudah lama musnah dari sistem pendidikan, akibatnya menghormati yang lebih tua sebagai ahlak, sudah terkikis dengan pendangan pragmatisme. Urusan pertama tidak mungkin kita bahas di wilayah ini, kita coba melihat bagaimana persoalan kedua di provinsi ini.
Kilas balik yang dapat kita baca kembali dari rentetan peristiwa pendidikan di daerah ini. Saat Evaluasi Tahab Akhir Nasional, kita masih mendengar issue kebocoran yang sengaja dihembuskan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab agar terjadi kegaduhan, padahal jika memahami substansial ujian tersebut, kita sudah memprediksi jika peserta duduk manis cukup mengerjakan dua puluh butir soal dan lima belas yang benar, yang bersangkutan pasti lulus. Karena nilai ujian sekolah sudah dipasang nilai tertinggi semua oleh sekolah yang itu memiliki kontribusi tinggi untuk rerata nilai akhir. Tulisan ini tidak membahas urgensi Ujian tersebut, silahkan berpersepsi masing masing. Tetapi ada esensi dasar yang ingin disampaikan bahwa kondisi seperti itupun masih ada yang tega membuat gaduh dengan menjual soal palsu, dan anehnya itu ada yang membeli. Berarti masih ada sesuatu yang salah pada level aplikasi pendidian di ranah orang tua siswa. Lagi lagi pendidikan etika dalam menghadapi ujian sudah terkikis. Resiko ujian itu lulus dan tidak lulus, sudah salah memahaminya dengan ujian apapun, hasil akhir “harus” lulus. Jadi mental untuk menerima kata tidak lulus, tidak pernah dipersiapkan.
Kebijakan Wali Kota untuk menampung warga miskin agar sekolah gratis, dengan membungkus melalui program Bina Lingkungan, menuai kritik yang tajam. Niat baik (terlepas aroma politik pemilu kada) yang dicanangkan itu membelah masyarakat pada tiga kelompok. Kelompok pertama sebagai warga penduli kemiskinan, sangat mendukung karena memberi akses pada yang kurang beruntung untuk mendapatkan pelayanan pendidikan. Kelompok kedua, tidak setuju karena akan membuat mutu sekolah menjadi rendah sebab memperoleh masukan yang tidak tersaring, akibatnya guru menjadi kerja keras untuk mencapai ketuntasan minimal. Padahal itu adalah resiko guru dalam melaksanakan tugas. Guru professional adalah guru yang memintarkan orang bukan memintari orang. Kelompok ketiga, adalah mereka yang ikut menang saja, dan ini paling banyak. Upaya pemerintah daerah Lampung Barat lebih berani lagi melangkah kedepan dengan membiayai semua operasional sekolah dan pengadaan Bus Sekolah. Sekali lagi terlepas dari aroma politik pilkada, semua itu menunjukkan kepedulian terhadap dunia pendidikan, untuk bidang ini raport dapat diberi bernilai  baik.
Kita jangan berpuas dulu, bagaimana dengan sisi lain. Ternyata ada catatan kelam yang juga mewarnai dunia pendidikan kita. Kabupaten Way Kanan mencatat sejarah dengan masuknya persoalan proses pendidikan ke ranah hukum, akibat  dari kurangnya harmonisasi pembinaan dedaktik metodik kepada guru. Walaupun putusan bebas murni dari pengadilan adalah finalisasi keberpihakan penegak hukum pada pemurnian ajaran pendidikan. Akan tetapi ini menyisakan pekerjaan rumah bagi kita penyelenggara pendidikan untuk memberikan muatan pemahaman hukum perlindungan anak bagi seluruh pemangku kepentingan pendidikan dilapangan adalah hal yang mendesak. Kebiasaan pengerahan massa pendukung, dan mobilisasi partisipasi kolega, tidak selamanya ampuh untuk membela rekan yang salah.
Masih banyaknya Kabupaten yang tidak menyelesaikan pembayaran uang sertifikasi guru, bahkan ada yang tega menyelewengkannya seperti oknum di Kabupaten Lampung Utara, adalah tindakan tidak bermoral pada dunia pendidikan. Dua minggu sebelum Pemilu Kada Lampung Utara dilaksanakan, ada tokoh kabupaten tersebut menanyakan tentang peluang petahana untuk menang. Rekomendasi yang penulis berikan dua saja, pertama bayar uang sertifikasi guru, dan ciptakan rasa aman pada masyarakat. Jawabannya sudah terjadi sekarang, karena etika terhadap pendidikan dilanggar, maka panenpun yang didapat berbuli kosong. Yang lebih menyedihkan lagi masih banyak kabupaten yang belum menyelesaikan pembayaran sertifikasi guru, dengan dalih beragam dan tampak rasional. Posisi sub ordinat guru menjadikan posisi tawar yang selalu merugikan guru.
Drama pun belum berakhir, di saat guru merayakan hari jadinya, pimpinan salah satu organisasi guru “keseleo lidah”, akibatnya fatal. Organisasi guru lainnya merasa tidak dihargai eksistensinya. Maka terjadilah gugatan pengaduan somasi. Untung mereka para pelaku menyadari posisi masing-masing, sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Walau ada catatan tersisa, karena mediasi yang melaksanakan adalah fihak eksekutif yang selama ini sering menjadi sasaran kritik organisasi guru. Kesimpulan sementara adalah etika organisasi yang seharusnya dikedepankan pada organisasi guru ternyata menjadi barang langka.
Guru masih menjadi titik api yang diperebutkan dalam areal politik daerah. Di samping dana sertifikasi, juga merupakan lahan subur untuk penyemaian pengaruh politik lokal. Guru yang dianggap loyal terhadap kepemimpinan daerah dapat di atur menjadi kepala sekolah dengan mengabaikan persyaratan normatif. Politik balas budi terhadap pendukung, dan atau “pembunuhan” karier pada guru, bagai sisi mata uang yang mudah dibalik. Pada saat menjelang berakhirnya kepemimpinan kepala daerah, maka hukum pancung dilakukan bagi kepala sekolah yang tidak loyal. Seterusnya begitu kepala daerah yang baru dilantik, program pertama adalah mengganti kepala sekolah yang selama ini diduga keras tidak mendukung kepala daerah saat pencalonan. Belum lagi aroma tak sedap sekitar setoran kepada atasan pada saat ada even tertentu, atau bargaining untuk suatu jabatan.
Kenaikan pangkat guru juga menjadi lahan subur bagi oknum yang selama ini berada pada lembaga yang seharusnya menjamin mutu guru, ternyata ikut bermain mendatangi guru daerah yang akan naik pangkat pada golongan empat. Cukup dengan uang delapan juta semua beres. Al hasil Lampung menjadi kontributor terbesar adanya Penilaian Angka Kredit Guru palsu yang ditemukan pada tingkat nasional. Salah seorang deputy Badan Kepegawaian Nasional di Jakarta pernah mengatakan pada forum resmi tidak kurang ada tiga karung PAK palsu yang dibuat oleh oknum tertentu, dan yang menyedihkan pengirim terbanyak adalah Lampung.
Persoalan sosialisasi kurikulum tiga belas pun masih menyisakan persoalan. Diujung berakhirnya kabinet di tahun depan, akan menjadikan catatan tersendiri terhadap keberlangsungan kurikulum tersebut. Presiden terpilih tahun depan tentu akan menjadikan kurikulum tiga belas sebagai entry point perubahan pendidikan. Dengan alasan yang dirasionalkan, maka peninjauan kembali, minimal atas nama penyempurnaan, akan mereka lakukan. Satu kata “penyempurnaan” akan berdampak pada anggaran, mobilisasi, dan sistem. Semua itu tidak terkecuali Lampung, dengan kondisi yang masih belum stabil, penyebarluasan informasi diserahkan kepada anggaran masing-masing daerah, tentunya realisasinya sangat tergantung kepada komitmen pimpinan daerah. Dengan kondisi sekarang ini, amat sulit diprediksi akan keberhasilannya.  
Bagaimana pendidikan budi pekerti akan kita implementasikan, dipikirkanpun tidak. Kondisi paparan di atas tentunya akan menciptakan iklim di dunia pendidikan, khususnya di Lampung menjadikan para pemangku kepentingan mencari selamat sendiri sendiri, guna melampaui lompatan sejarah di tahun depan. Kebanyakan pemangku kepentingan di dunia pendidikan akan melakukan kalkulasi diri;  tetap menjadi pelaku sejarah, atau tinggal sebagai sejarah. Sipat dasar manusia, manakala terdesak, akar rumputpun diraih untuk menyelamatkan diri.
Masih panjang catatan ini jika ditelusuri persektor pada dunia pendidikan, khususnya Lampung. Namun semua menjadi membisu manakala dihadapkan kepada realita perubahan. Selamat datang 2014, walau kehadiranmu disambut dengan kegalauan oleh para pemangku kepentingan dunia pendidikan, namun atas nama waktu kau harus hadir. SELAMAT TAHUN BARU 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar