Harta Yang Paling Berharga nan Mulia Adalah Ilmu

Senin, 15 Agustus 2016

MENYISIR GIGIR ZAMAN

MENYISIR GIGIR ZAMAN


(Lampost. 13 Agustus 2016)

Tidak terasa usia Harian LampungPost bertambah, kenangan bersamanya terus merayap seiring perjalanan waktu dan usia penulis. Harian ini penulis kenal di awal tahun 80 an, dan secara berkala beberapa koplet tulisan dikirim untuk mengisi rubrik yang khusus disediakan pada harian ini. Sesekali waktu jika ada topik yang menarik sampai sekarang masih mengirimkan gagasan kemari, hanya karena ingin ada regenerasi, maka penulis sekarang lebih banyak menahan diri untuk memberi kesempatan pada penulis muda produktif berkiprah.

Ada “rasa” tersendiri yang dimiliki oleh harian ini dalam menampung dan menyalurkan ide-ide para penulis yang banyak bermunculan. Harian ini menjadi oase bagi para “Pengelana maya” untuk menyampaikan gagasan, idea; bahkan pemikiran-pemikiran cerdas yang kala itu menjadi barang langka. Cengkeraman Orde Baru pada kebebasan Pers sangat terasa menjadi semacam koridor maya yang harus dipatuhi oleh LampungPost. Namun koridor ini membuat para penulis menjadi cerdas dalam menyampaikan ide, dengan membungkusnya melalui “sanepo” atau kias dalam berhalwat dengan pembaca. Generasi Bambang Ekawijaya, dkk, mewakili pentas sejarah ini, dan seorang wartawan foto pada waktu itu yang dimiliki LamPost bernama Syamsi Derauf, beliau handal dan mampu menyajikan foto momen yang hanya dimiliki Lampost dan JakartaPost.

Seiring perjalanan waktu pada era 90 an keterbukaan mulai menyeruak, dan para penyampai ide di Lampungpostpun terkena imbasnya. Zaman “Glasnost”nya Indonesia membawa Generasi Hariwardoyo, Jajat Sudrajat, dkk, adalah mewakili pentas ini. Tulisannya terkesan lugas, padat dan sering bermuatan akademis filosofis. Pada era ini alumni Wartawan Kampus mulai ikut memberi warna; oleh karena itu ada sedikit “keangkuhan” di sana, karena era baru atas nama reformasi menjadikan berfikir menjadi terbuka dan sedikit “liar”.

Kawan dan Lawan
LampungPost mulai dilirik oleh para pejabat pemerintah maupun swasta yang memposisikan Lampost sebagai teman sekaligus lawan. Tidak jarang harian ini pada satu episod memuji, namun besok mencaci. Oleh karena itu posisi “jinak-jinak merpati” ini menjadikan kru harian ini menanggung beban moral yang tidak ringan. Hanya yang menguntungkan adalah di sana ada Bambang Ekawijaya yang terus eksis mengawal ideologi demokrasi pada ranah pemberitaan. Mulai dari era inilah Halaman Opini LampungPost menapaki harinya, dan menjadi barometer daerah ini.

Pemilahan pemikiran dan aliran mulai menyeruak begitu masuk era 2000 an. Harian ini menjelma menjadi raksasa, sejalan dengan masuknya pemilik modal raksasa Perss negeri ini yang menjadi penyandang dana. Para penulisnya muncul beriringan dengan “ideologi” yang di bawa oleh para penjaga gawangnya. Rubrik Opini menjadi sampul wajah ideologi para Pemimpin Redaksinya; sehingga mereka yang memiliki indera ke (baca: Tujuh) akan mampu membaca ideologi apa yang sedang diusung oleh LampungPost.

Mulai saat itu pemerhati dan penulis LampungPost mengindonesia. Tulisan tidak lagi menjadi domain penulis daerah, tetapi menjadi domain semua orang Indonesia dimana saja berada, yang penting satu mazhab pemikiran dengan para redakturnya. Pada satu sisi kondisi ini sangat baik, karena harian ini menjadi menasional, tulisan tulisannya menjadi rujukkan nasional. Pada sisi lain ada seleksi alami yang dibangun tidak sengaja oleh Lampungpost adalah adanya seleksi ideologis bagi penulis daerah dan redaktur daerah. Redaktur yang tidak segaris dengan ideologi “pemegang kuasa” atau “yang mbaurekso”; atas nama “Penyegaran” dan apapun namanya; secara perlahan mereka harus “ihlas” untuk tidak berada pada lingkaran Lampost.

Tantangan Lampost saat sekarang adalah maraknya Koran Digital yang terus menggurita. Ada pewarta yang setiap detik menyajikan berita, ada Blok Individu yang siap mewartakan apa saja, ada media sosial yang setiap orang bisa menjadi wartawan untuk sesamanya. Tidak perlu suntingan redaksi dan persyaratan yang terlalu rumit. Semua ini jika tidak tidak disikapi dengan arif bijaksana, Harian Lampung Post pelan tapi pasti akan menuju pada kuburnya. Oleh sebab itu atasnama pencinta Lampung Post di samping mengucapkan Selamat Ulang Tahun, juga mewanti wanti agar para punggawa LampungPost untuk segera mempersiapkan diri menuju perubahan digitalisasi yang paripurna.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar