Harta Yang Paling Berharga nan Mulia Adalah Ilmu

Kamis, 18 Agustus 2016

LAMPUNG BARAT MENGEJAR MUTU PENDIDIKAN

LAMPUNG BARAT MENGEJAR MUTU PENDIDIKAN


(Lampung Post 18 Agustus 2016)

Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1991 tanggal 16 Agustus 1991 yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Lampung Utara. Saat ini Bupatinya adalah Drs. Mukhlis Basri dan Wakilnya Drs. Hi. Makmur Azhari. Kalimat itu sangat kering dan akademis sekali. Penulis mempunyai pengalaman sedikit panjang dengan kabupaten ini, sebelum dimekarkan menjadi Kabupaten Pesisir Barat 25 OKTOBER 2012.
Pada awal tahun 80-an sebelum adanya jalan Lintas Barat penulis menapaki beberapa desa di daerah ini masih menggunakan Ponton yaitu alat penyeberangan sungai dengan menggunakan semacam perahu tetapi terbuat dari besi untuk mencapai Bengkunat dari arah Krui. Untuk beberapa tahun kemudian penulis bersama rombongan dari Universitas Lampung, yang komando oleh almarhum Drs. A.Kantan Abdullah, dan drivernya Bapak Drs. Edy Santoso. M.Pd. menjajal jalan tembus yang masih Onderlah. Pada saat mendaki bakal jembatan Ngambur, kami harus turun dari mobil Kijang, karena tidak mampu menanjak dan harus di dorong.

Sekitar tahun 1998 daerah ini dikenai program Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDM-DKE) kebetulan penulis ikut masuk kembali ke daerah ini dengan membawa program Proyek Kehutanan bersama almarhum Drs. Mas’ud Yusuf. M.Pd. Daerah ini sudah menunjukkan geliat akan adanya kemajuan yang luar biasa. Semangat untuk maju pada dunia pendidikan sudah mulai terasa. Tokoh masyarakat dan Tokoh adat sepertinya satu suara, bahwa melalui pendidikanlah daerah ini maju. Perlu diingat bahwa jauh sebelum kemerdekaan Kota Liwa sudah menorehkan sejarah panjang. Daerah ini sekitar pertengahan tahun 1930-an merupakan basis berdirinya Organisasi Muhammaddiyah. Banyak putra daerah ini sudah pergi sekolah ke Yogjakarta. Tokoh-tokoh terkemuka seperti Prof. Dr. A.Muolok yang pernah menjadi Menteri kesehatan, Prof. Dr. Tanwir, asli Pulau Pisang; pernah menjadi Pembantu Rektor di Universitas Padjadjaran, dan masih segudang lagi tokoh nasional yang warga asli Lampung Barat.

Beberapa kali pada awal tahun 2000-an ini penulis menjadi Koordinator Pemantau Ujian Nasional dari Universitas Lampung yang bertugas di Lampung Barat. Hampir semua SMA/SMK Negeri penulis jelajah. Kesan utama yang kuat dari daerah ini adalah kepedulian dari pemerintah daerah yang sangat concent pada mutu pendidikan. Duwet Politisi dan Birokrat yang menjadi pucuk pimpinan daerah ini begitu sampai pada akar rumput. Drs. Mukhlis Basri sebagai wakil politisi yang asli Warga Tebu menapaki karier politik dari papan bawah. Beliau seolah penerus pikiran Soekarno, Presiden RI Pertama yang pernah menapakkan kaki di Sumberjaya tetangga desa Tebu; dan Wakilnya Drs.hi.makmur azhari adalah tokoh birokrat yang ikut membidanni lahirnya Lampung Barat; seolah dua sisi mata uang yang saling melengkapi.

Muhlis Basri dan Mahmur Azhari sejak 2009 adalah Kepala Daerah pertama yang memberikan subsidi pada seluruh pelajar SD, SMP dan SMA/SMK pertama di Lampung. Jauh sebelum JOKO WIDODO Walikota Solo melakukan hal serupa. Subsidi itu diantaranya adalah memberikan pakaian seragam secara gratis, dan bantuan pada siswa kurang beruntung secara ekonomi. Selama bertugas tidak kurang sudah tiga kali berdiskusi dengan beliau berkaitan dengan visi pendidikan, ternyata terobosan-terobosan baru telah dilakukan, antara lain memberikan prioritas pembangunan SMK untuk daerah-daerah yang daerahnya memungkinkan. Program ini jauh lebih mendahului apa yang menjadi program Mendiknas pada waktu itu.

Namun demikian bak pepatah mengatakan “Tak ada gading yang tak retak”, Lampung Barat masih menyimpan persoalan-persoalan pendidikan yang menjadi Pekerjaan Rumah bagi seluruh elemen yang ada di sana, diantaranya ialah pada tahun 2015 Kabupaten ini ditetapkan oleh pusat sebagai Daerah Tertinggal. Dari sisi politis memang ini tidak menguntungkan, tetapi dari sudut lain sebenarnya penetapan ini kurang begitu tepat, mengingat upaya yang telah dilakukan oleh masyarakat begitu maksimal. Harus diakui bahwa kendala alam untuk wilayah ini merupakan persoalan tersendiri.

Model penduduk migrasi musiman masih menjadi ciri demografis daerah ini, sehingga pada saat musim petik kopi, maka tenaga buruh petik berdatangan ke daerah ini; tidak jarang mereka berasal dari luar Provinsi. Sebaliknya saat kopi tidak begitu baik buahnya, maka penduduk desa yang ada harus menderita kemiskinan yang sangat, hal ini ditandai dengan rendahnya daya beli masyarakat. Dampak pada usia sekolah pada saat  musim panen baik, banyak anak-anak lebih tertarik menjadi buruh pemetik kopi dari pada sekolah, sebaliknya pada saat kopi tidak menguntungkan mereka menjadi tenaga kerja tidak terdidik. Oleh sebab itu angka putus sekolah pada daerah seperti ini masih memprihatinkan. Upaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah menjadi terkesan sia-sia karena benturan budaya sesaat seperti ini, akibat lanjut usia perkawinan dini untuk beberapa daerah kantong masih cukup memprihatinkan.

Sisi lain yang perlu menjadi pemikiran adalah bagaimana mencari pemimpin Lampung Barat ke depan yang harus sekelas Muhlis Basri atau melebihinya, karena tipe pemimpin seperti ini untuk wilayah geografis dan demografis seperti Lampung Barat harus maju berkelanjutan. Jika tidak, maka yang akan terjadi adalah Ganti Pemimpin Ganti Program, yang tertinggal hamparan bangunan mangkrak, dan rasa dendam politik yang terbangun.

Selamat Ulang Tahun Lampung Barat, semoga tetap jaya di masa depan.

Senin, 15 Agustus 2016

MENYISIR GIGIR ZAMAN

MENYISIR GIGIR ZAMAN


(Lampost. 13 Agustus 2016)

Tidak terasa usia Harian LampungPost bertambah, kenangan bersamanya terus merayap seiring perjalanan waktu dan usia penulis. Harian ini penulis kenal di awal tahun 80 an, dan secara berkala beberapa koplet tulisan dikirim untuk mengisi rubrik yang khusus disediakan pada harian ini. Sesekali waktu jika ada topik yang menarik sampai sekarang masih mengirimkan gagasan kemari, hanya karena ingin ada regenerasi, maka penulis sekarang lebih banyak menahan diri untuk memberi kesempatan pada penulis muda produktif berkiprah.

Ada “rasa” tersendiri yang dimiliki oleh harian ini dalam menampung dan menyalurkan ide-ide para penulis yang banyak bermunculan. Harian ini menjadi oase bagi para “Pengelana maya” untuk menyampaikan gagasan, idea; bahkan pemikiran-pemikiran cerdas yang kala itu menjadi barang langka. Cengkeraman Orde Baru pada kebebasan Pers sangat terasa menjadi semacam koridor maya yang harus dipatuhi oleh LampungPost. Namun koridor ini membuat para penulis menjadi cerdas dalam menyampaikan ide, dengan membungkusnya melalui “sanepo” atau kias dalam berhalwat dengan pembaca. Generasi Bambang Ekawijaya, dkk, mewakili pentas sejarah ini, dan seorang wartawan foto pada waktu itu yang dimiliki LamPost bernama Syamsi Derauf, beliau handal dan mampu menyajikan foto momen yang hanya dimiliki Lampost dan JakartaPost.

Seiring perjalanan waktu pada era 90 an keterbukaan mulai menyeruak, dan para penyampai ide di Lampungpostpun terkena imbasnya. Zaman “Glasnost”nya Indonesia membawa Generasi Hariwardoyo, Jajat Sudrajat, dkk, adalah mewakili pentas ini. Tulisannya terkesan lugas, padat dan sering bermuatan akademis filosofis. Pada era ini alumni Wartawan Kampus mulai ikut memberi warna; oleh karena itu ada sedikit “keangkuhan” di sana, karena era baru atas nama reformasi menjadikan berfikir menjadi terbuka dan sedikit “liar”.

Kawan dan Lawan
LampungPost mulai dilirik oleh para pejabat pemerintah maupun swasta yang memposisikan Lampost sebagai teman sekaligus lawan. Tidak jarang harian ini pada satu episod memuji, namun besok mencaci. Oleh karena itu posisi “jinak-jinak merpati” ini menjadikan kru harian ini menanggung beban moral yang tidak ringan. Hanya yang menguntungkan adalah di sana ada Bambang Ekawijaya yang terus eksis mengawal ideologi demokrasi pada ranah pemberitaan. Mulai dari era inilah Halaman Opini LampungPost menapaki harinya, dan menjadi barometer daerah ini.

Pemilahan pemikiran dan aliran mulai menyeruak begitu masuk era 2000 an. Harian ini menjelma menjadi raksasa, sejalan dengan masuknya pemilik modal raksasa Perss negeri ini yang menjadi penyandang dana. Para penulisnya muncul beriringan dengan “ideologi” yang di bawa oleh para penjaga gawangnya. Rubrik Opini menjadi sampul wajah ideologi para Pemimpin Redaksinya; sehingga mereka yang memiliki indera ke (baca: Tujuh) akan mampu membaca ideologi apa yang sedang diusung oleh LampungPost.

Mulai saat itu pemerhati dan penulis LampungPost mengindonesia. Tulisan tidak lagi menjadi domain penulis daerah, tetapi menjadi domain semua orang Indonesia dimana saja berada, yang penting satu mazhab pemikiran dengan para redakturnya. Pada satu sisi kondisi ini sangat baik, karena harian ini menjadi menasional, tulisan tulisannya menjadi rujukkan nasional. Pada sisi lain ada seleksi alami yang dibangun tidak sengaja oleh Lampungpost adalah adanya seleksi ideologis bagi penulis daerah dan redaktur daerah. Redaktur yang tidak segaris dengan ideologi “pemegang kuasa” atau “yang mbaurekso”; atas nama “Penyegaran” dan apapun namanya; secara perlahan mereka harus “ihlas” untuk tidak berada pada lingkaran Lampost.

Tantangan Lampost saat sekarang adalah maraknya Koran Digital yang terus menggurita. Ada pewarta yang setiap detik menyajikan berita, ada Blok Individu yang siap mewartakan apa saja, ada media sosial yang setiap orang bisa menjadi wartawan untuk sesamanya. Tidak perlu suntingan redaksi dan persyaratan yang terlalu rumit. Semua ini jika tidak tidak disikapi dengan arif bijaksana, Harian Lampung Post pelan tapi pasti akan menuju pada kuburnya. Oleh sebab itu atasnama pencinta Lampung Post di samping mengucapkan Selamat Ulang Tahun, juga mewanti wanti agar para punggawa LampungPost untuk segera mempersiapkan diri menuju perubahan digitalisasi yang paripurna.