Harta Yang Paling Berharga nan Mulia Adalah Ilmu

Sabtu, 09 Desember 2017

CATATAN AKHIR TAHUN

CATATAN AKHIR TAHUN
Sudjarwo
Guru Besar FKIP dan Direktur Pascasarjana Unila

Sebenarnya tulisan ini tidak ingin di produksi karena ada dua alasan; pertama, berkeinginan agar ada penulis muda yang menjadi penerus; sehingga pada waktunya nanti ada penulis baru yang lebih “now” mengikuti pergolakan jamannya, sehingga persiapan untuk naik gunung “madegpanditho” yang akan penulis lakukan dapat berjalan mulus tanpa aral.  Alasan kedua adalah alasan sosialpsikologis yaitu suatu kondisi yang membuat seseorang menjatuhkan pilihan untuk “diam” karena alasan yang sulit dinarasi.

Namun semua itu menjadi batal karena desakan tanggungjawab akademik yang muncul akibat dari menyimak kondisi sosial yang mengemuka, sehingga tidak ada pilihan lain kecuali menuliskan narasi pemikiran kehadapan sidang pembaca, diusia yang sudah tidak muda lagi ini.

Peristiwa demi peristiwa melintas di panggung Bumi Pertiwi ini; semula merupakan riak-riak kecil, namun dipenghujung tahun ini tampaknya berpotensi menjadi besar, dan bisa jadi liar. Seperti biasa kondisi ini dimanfaatkan oleh para petualang untuk berselancar guna memenuhi syahwat politiknya. Sehingga tidak jarang yang dilakukannya menggunakan hukum Machiavelli.

Hal ini kita simak dengan adanya angin Putingbeliung yang menerpa salah satu organisasi politik terbesar (dahulu) di Republik ini, merupakan gambaran nyata bagaimana “salah kelola” nya suatu manajemen publik oleh mesin organisasi. Sisi lain ada organisasi yang tanpa bentuk hanya dengan berbasis massa, selalu bergerak mencari mangsa untuk dijadikan batu pijakkan melakukan mobilisasi massa; sehingga tercipta ruang atau medan untuk berhadap-hadapan dengan penguasa, yang selalu disublimasikan sebagai “musuh”, bukan saudaranya; padahal kelompok ini mengusung simbol-simbol agama sebagai alat untuk melakukan mobilisasi. Agama yang dikenal sangat sejuk mengayomi seluruh mahluk dibumi ini; ternyata direkayasa untuk dibalik menjadi raksasa yang menakutkan. Untuk masih banyak para Ulama linuwih yang memberikan pesan-pesan damai agar tidak terjadi kondisi yang membahayakan kesatuan negeri.

Kondisi lain yang juga ikut mewarnai varian ini ialah pusaran ekonomi; dimana pola ekonomi riel berubah menjadi ekonomi maya. Dampaknya tampak dahsyat sekali, banyak Swalayan yang harus tutup, penyedia jasa riel bangkrut karena ada jasa maya yang hidup berkembang. Sekarang pesan Ayam Goreng tidak harus antri dihadapan penggorengan penjual, cukup melakukan aplikasi tertentu, maka Ayam Goreng akan hadir di meja makan kita.

Peredaran uang tidak perlu melalui transaksi riel yang ini berdampak pengurangan tenaga kerja perbankan. Pengiriman uang tidak harus melalui Kantor Pos, tetapi cukup melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) semua bisa diselesaikan dengan mesin pintar ini, dampaknya Kantor Pos cukup dilayani oleh satu dua orang saja, dan kondisi ini sudah berlaku mulai lima tahun terakhir. Kantor Telegram sudah lama gulung tikar karena cukup dengan Pesan Pendek  (SanDek) semua terlayani dengan sempurna.

Peristiwa lain yang tidak kalah seru; ialah korupsi berlangsung masih begitu masif. Hal ini dibuktikan dengan setiap bulan Komisi Pemberantasan Korupsi selalu menangkap tangan pejabat bertransaksi haram. Jika kita lihat pelakunya tidak ada yang “orang kecil”, tetapi semua bersapari atau berseragam dengan sederet pangkat di pundaknya. Namun lembaga yang disayangi rakyat ini ternyata dibenci oknum pejabat. Buktinya hampir setiap hari selalu ada uji materi perundangan yang berkaitan dengan aturan main lembaga anti rasuah ini. Sampai-sampai anggota parlemen terhormat yang tidak punya partaipun ikut meramaikannya. Tentu alasannya dibuat serasional mungkin bahkan seakademik mungkin, jika perlu menggunakan diksi yang orang lain tidak mengerti.

Peristiwa-peristiwa di atas akselerasinya akan makin kencang di tahun mendatang karena ada dua peristiwa besar yang akan dijadikan “medan kurusetra” bagi para petarung di negeri ini. Menjadi persoalan adalah bukan para petarungnya, akan tetapi adalah para pengikut yang menyertainya. Dari sekarang sudah terasa, petarung yang turun gelanggang belum ada; tetapi gelanggang sudah digoyang.  Tidak jarang penggoyangnya lebih heboh dari petarungnya. Tanda-tanda itu sudah mulai tampak dari sekarang; spanduk dipasang di mana-mana; sementara petarungnya duduk manis; hanya aliran “manis” (baca: uang) yang terus mengalir. Berbagai cara dilakukan dari yang halal sampai yang haram dilakukan; sehingga masyarakat menjadi sesat, seolah kiamat sudah dekat.

Berkaca dari semua di atas, menjadikan ingatan melayang di masa lalu yaitu peringatan luhur yang diwedar oleh Pujangga Besar jamannya yang mengatan “Sak bejo-bejane wong kang lali, isih bejo wong kang eleng lan waspodo”  terjemahan bebasnya kira-kira seuntung-untungnya orang yang lupa masih beruntung mereka yang ingat dan waspada. Maksudnya ialah bahwa orang yang selalu ingat akan aturan dunia dan akherat itu lebih dijamin selamat dibandingkan dengan mereka yang ubud dunia.

Hanya masyarakat sering dibuat bingung justru karena mereka yang seharusnya memberi contoh terbaiknya, tetapi justru berbuat kebalikannya.  Orang tua bahkan Tokoh Senior yang seyogyanya memberikan “piwulang luhur” pada generasi penerusnya, ternyata malah ikut naik mobil berbekal pelantang suara, menyampaikan yang seharusnya bukan porsinya.

Mudah-mudahan dipenutup tahun ini kondisi bangsa menjadi lebih baik guna menyongsong tahun-tahun yang akan datang. Perbedaan adalah anugerah, oleh sebab itu mari kita bergandenga tangan memajukan negeri ini dengan merajut perbedaan menjadi kekuatan. 

SUGENG TUTUP TAUN LAN SUGENG MAPAK WARSO ENGGAL.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar