Harta Yang Paling Berharga nan Mulia Adalah Ilmu

Senin, 22 Januari 2018

PEMENANG atau PECUNDANG

PEMENANG atau PECUNDANG
Sudjarwo
Guru Besar FKIP Unila

Tertulis dalam Kitab Mahabarata tatkala perang Baratayudha Basukarna atau populer dengan nama Prabu Karna; sebagai Satria anak dewa Surya dengan Ibu Dewi Kunthi yang juga Ibunya Para Pandawa; sebelum Perang Besar Baratayudha; terlibat pembicaraan keras bersama Prabu Kresna yang dikenal sebagai arsiteknya perang besar itu, sesaat setelah gagal menjadi Duta Pamungkas untuk mengembalikan Hastinapura ketangan Pandawa tanpa peperangan. Dalam dialog kedua Satria Agung itu Prabu Kresna menawarkan kepada Karna untuk bergabung ke Pandawa; walaupun dalam hati beliau sudah mengetahui bahwa itu tidak mungkin; karena dalam Kitab Jitabsara Karna akan mati di peperangan terkena Panah Pasopatinya Harjuna. Kresna hanya ingin mengukur sejauh mana tekad bulat Karna untuk maju perang sebagai Senapati Agung. Ternyata jawaban Karna sungguh luar biasa; beliau mengatakan; Biarlah Aku menjadi Pecundang bukan Pemenang, asalkan Perang Baratayudha ini jadi berlangsung Karena perang itulah membuat kedamaian akan terjadi.

Adegan itu mengingatkan kita semua sebentar lagi negara ini akan melangsungkan lakon politik, yaitu melakukan Pemilihan Kepala Daerah di sekitar 171 daerah pemilihan. Mungkin selama kemerdekaan dari tahun 1945, baru ini terjadi pemilihan kepala daerah yang begitu besar. Tentu dalam perhelatan pemilihan itu akan ada yang menang dan yang kalah. Jumlah pemenang sudah dapat diketahui yaitu 171 Orang atau pasangan, dan ini adalah lumrah karena setiap daerah pemilihan hanya mengeluarkan satu pasangan sebagai pememang. Dan tidak mungkin di satu daerah pemilihan akan keluar dua pasangan pemenang kemudian dilantik kedua pasangan tersebut. Pada cerita fiksipun hal itu tidak akan ditulis oleh pengarangnya.

Hal yang menarik adalah bukan pada pemenangnya. Cerita kemenangan adalah cerita yang linier, yaitu berjuang (bahkan dengan cara apapun), kemudian konflik, menang, terakhir syukuran, dan dilanjutkan hitung-hitungan habis berapa modal, dan bagaimana cara mengembalikan hutang. Hal itu sudah menjadi pakem banget, menggunakan istilah anak-anak jaman Now. Justru yang menarik dikaji adalah bagaimana nasib mereka yang kalah, apa yang mereka lakukan, guncangan apa yang mereka rasakan. Tidak pernah terlintas dipikiran kita, apa yang terjadi setelah seseorang kalah bertarung dalam pemilihan kepala daerah.
Varian perilaku akibat kekalahan pertarungan ini begitu beragam; ada yang bersifat personal, ada juga yang bersifat sosial. Kategori yang bersifat personal diantaranya murung, menjadi tertutup, menyendiri, dan yang paling mengerikan jika sampai pada gangguan kejiwaan. Sekedar mengingat kembali, pada masa lalu ada salah seorang calon Bupati yang kalah pemilihan, kemudian menjadi terganggu kejiwaannya, dan menunjukkan perilaku yang tidak wajar, sehingga lupa busana.

Sedangkan yang bersifat sosial dapat dilihat dari perilaku yang menjadi infulsif, menarik diri dari pergaulan, bahkan menarik semua bantuan yang diberikan pada waktu pencalonan. Ingatan kita masih segar ada bakal calon yang kalah menarik bantuan karpet untuk masjid yang dia berikan pada waktu pencalonan, bahkan ada calon yang meminta uangnya kembali yang mereka berikan pada waktu kampanye. Pukulan ini akan semakin menjadi-jadi manakala keseimbangan rumah tangga juga memberi kontribusi untuk menuju kehancuran. Begitu menerima kekalahan, ibarat pepatah sudah jatuh tertimpa tangga; pilihan kalah istripun minggat.

Rasa kesendirian dan rasa bersalah menyelimuti perasaan bagi mereka yang tidak beruntung dalam pemilihan; adalah kondisi psikologis yang secara perlahan tetapi masif bisa menyerang siapa saja yang ada pada posisi ini. Menjadi berbahaya jika kondisi ini berlangsung lama, tanpa disadari oleh penyandangnya masuk ke alam bawah sadarnya. Sehingga berpengaruh pada kondisi kejiwaan dalam kurun waktu yang cukup lama. Untuk yang satu ini pernah kita dengar ada bakal calon yang tidak jadi menjadi calon kemudian  gelap hati, bahkan gelap mata.Kemana-mana membuka aib saudaranya.

Secara sosiologis sebenarnya kita harus berterimakasih kepada mereka yang berada pada posisi ini; karena sebenarnya pahlawan dalam pemilihan itu bukan yang menang, tetapi justru yang kalah; karena mereka telah berkorban untuk keberlangsungan proses demokrasi, dan proses keberlangsungan suatu rezim atau apapun namanya. Kita semua harus berterimakasih kepada mereka yang sudah menyiapkan diri maju kepemilu kada, atau pemilihan apapun; karena akibat memilih satu diantara sekian pilihan, berarti ada yang tidak terpilih, dan kita berterimakasih ada orang yang siap menjadi “tumbal” untuk tidak terpilih karena aturan sistem harus demikian.

Kata lain bahwa pahlawan demokrasi itu bukan yang menang, akan tetapi yang sudah sanggup kalah, merekalah sebenarnya pahlawan sejati dari demokrasi itu. Mereka sudah sanggup menggorbankan waktu, dana/biaya, harga diri/martabat, dan perasaan, untuk menjadi tumbal demokrasi. Mengikuti proses pemilihan yang  sangat melelahkan, terutama aspek kesiapan dana, mental, dan spiritual, ditambah kesiapan keluarga.

Keluarga perlu dipersiapkan, terutama keluarga inti, karena harus menanggung semua konsekwensi dari apa yang terjadi. Jika menang harus siap di bully, jika kalah siap di maki. Pilihan sulit ini menjadi semakin ribet jika menyimak banyak kasus akibat ketidak siapan keluarga; justru malapetaka yang diperoleh.

Pengorbanan untuk siap kalah, tidak jarang hanya sebatas bibir saja; begitu berhadapan dengan kenyataan, ternyata kekalahan itu menyakitkan. Kesiapan menerima kekalahan ternyata tidak termasuk yang dipersiapkan selama ini dalam pemilihan oleh para calon. Dibenaknya yang ada menang, menang, dan menang. Kondisi ini dibumbui lagi oleh hasutan hasutan orang sekeliling yang ingin mencari keuntungan. Pada saat pencalonan pahlawan-pahlawan dadakan ini bermunculan disekitar calon. Jika calon yang diusungnya menang, maka pahlawan ini akan berbondong-bondong datang dengan membawa panji-panji aku pahlawannya, ucapan klasik SI anu itu menang karena aku. Sebaliknya jika kekalahan yang terjadi, semua mereka hilang bak ditelan bumi. Kata bijak yang lumrah keluar adalah..bersabarlah, atau kasihan. Selebihnya mereka akan meninggalkan calon dalam kesendirian dan kesunyian.

Hari-hari sunyi akan dijalani oleh seorang calon yang gagal, hanya istri yang sholeha lah dan atau suami yang sholeh lah yang mampu menjadi teman dikala seperti ini. Ada seorang teman yang mengalami kondisi ini mengatakan lalatpun sungkan hinggap kebadannya, nyamuk yang suka menghisap darahpun menghindar untuk mendekat.

Oleh sebab itu melalui tulisan ini ingin disampaikan kepada para petarung; pertama, kami semua mengucapkan terimakasih kepada kalian yang telah sudi mau menjadi petarung, karena dengan adanya kesediaan anda bertarung, maka proses demokrasi berjalan. Kedua, siapkanlah disudut hati anda ruang jika kekalahan terjadi pada anda; karena hukum sosial akan menggilas dengan kejam, tidak perduli apakah anda menjadi pihak yang menang atau pihak yang kalah. Ketiga, bertarunglah secara jantan, berikan ucapan selamat pada pemenang dan undur diri tanpa harus menunduk apalagi melempar handuk.

Resi Bisma sebagai tamsil, saat dia menghadapi kekalahan karena anak panah Srikandi menghujam seluruh tubuhnya tanpa celah, menjelang ajal dia minta bantal untuk menyangga kepalanya, tapi bantal yang dia minta bukan yang empuk dari kapuk pilihan, akan tetapi hulu panah yang ditancapkan dikiri-kanan kepalanya. Tamsil ini menunjukkan bahwa kekalahan harus dihadapi dengan jiwa kesatria. Tidak menjadi cengeng dengan menganggap rival anda itu musuh bebuyutan selama hidup yang harus anda enyahkan; ingat masing-masing kita punya tugas kehalifahan dimuka bumi ini yang sudah ditetapkan oleh Sang Kholik.

Akhirnya semua daya upaya yang dilakukan oleh manusia berakhir pada ketentuan garis nasib yang telah ditetapkan oleh Sang Maha Pencipta. Suratan tangan yang telah tertulis sebelum manusia lahir akan menjadi titik akhir dari apa yang telah diupayakan oleh manusia.  Firman Suci sudah mewartakan bahwa manusia berhak atas upaya; ketentuan ILLAHI adalah segalanya. Selamat Berjuang Kawan, menjadi Pemenang atau Pahlawan; asal jangan jadi Pecundang.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar