Harta Yang Paling Berharga nan Mulia Adalah Ilmu

Kamis, 15 September 2016

PENDIDIKAN SEBAGI SISTEM

PENDIDIKAN SEBAGI SISTEM
 A.Pengantar

Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani “systema”, yang berarti sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupaka suatu keseluruhan. Sistem merupakan istilah yang memiliki makna sangat luas dan dapat digunakan sebagai sebutan yang melekat pada sesuatu (Rustam Ali Sodiqin, diakses pkl 11.45. 21 Agst 2016).

Sistem adalah sebagai kesatuan dari unsur-unsur atau komponen yang saling berinteraksi guna mencapai tujuan. Hubungan antarelemennya sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan antara satu dengan lainnya. Hubungan ini merupakan hubungan fungsional, karena satu sama lain berfungsi sebagai sebab akibat dari lainnya. Hubungan serupa ini dalam kehidupan nyata banyak sekali contoh yang dapat kita ambil.

Pendidikan sebagai suatu kebutuhan hidup manusia, tentunya berproses seiring dengan tugas perkembangan yang melekat pada periodesasi perkembangan pada manusia. Oleh sebab itu idealnya tugas perkembangan manusiaa itu sejalan dengan usia kronologisnya. Namun demikian pada kenyataannya bisa saja tidak sejalan, bahkan saling mendahului diantara keduanya. Oleh sebab itu di kalangan ahli pendidikan dikenal Pendidikan In-Formal, Formal, dan Non-Formal.

Pendidikan sebagai proses dalam berkehidupan tidaklah berarti berjalan terpisah-pisah; akan tetapi merupakan rangkaian yang tak terpisahkan antara segmen satu dengan segman lainnya, dan proses ini berjalan sepanjang hayat manusia itu. Setiap segmen itu memiliki perbedaaan antara individu satu dengan individu lainnya, baik dalam bidang pengalaman belajar yang  diperoleh, maupun peristiwa pembelajaran yang dihadapi. Bisa saja fragmen kehidupan yang dihadapi sama, akan tetapi dalam menyikapi dan pengalaman individual yang diperoleh akan berbeda antara satu individu dengan individu lainnya.

B.Kurikulum dan Pendidikan

Kurikulum adalah rancangan pengalaman belajar yang disiapkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selama ini pengertian kurikulum diartikan secara sempit diperuntukkan pada pendidikan formal dan non-formal. Jika itu dimaknai sebagai sesuatu yang tertulis, maka hal itu benar. Namun perlu diingat bahwa ada kurikulum yang tidak tertulis, beberapa ahli menyebutnya sebagai hidden curicullum (Sudjarwo : 2015). Kurikulum tak tertulis ini sebenarnya lebih luas dan sangat beragam tersedia pada Pendidikan In-formal, Formal, maupun Non-Formal. Menurut UU no. 20 tahun 2003, kurikulum adalah “Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. (Bab I Pasal 1 ayat 19). (UU. Sisdiknas : 2003).

Kurikulum Pendidikan In-FormalPendidikan in-formal dilaksanakan dalam kehidupan keluarga; tentunya tidak mengenal kurikulum formal yang tertulis, akan tetapi pada lembaga ini proses pendidikan melalui proses sosial seperti sosialisasi, akulturasi, dan assimilasi. Bahan bakunya adalah tata laku atau norma yang hidup didalam keluarga itu.

Pengenalan akan perilaku ; baik –buruk; suka – tidak suka, dan lain sebagainya justru merupakan proses pembelajaran dalam keluarga dengan kurikulum informalnya. Proses ini berjalan maju berkelanjutan, sehingga anggota keluarga tadi membentuk keluarga baru karena perkawinan. Pada keluarga baru tadi ada beberapa perilaku bawaan dari keluarga pertama yang terus terbawa menjadi kebiasaan, dan ini menjadi semacam  “penanda” dari garis turun keluarga tersebut bahkan berproses menjadi belife.

Kurikulum Pendidikan FormalPendidikan formal sangat mensyaratkan adanya kurikulum dalam proses pembelajaran; namun perlu dipahami bahwa kurikulum formal secara tertulis tidak lagi dibicarakan pada sajian ini; akan tetapi pembicaraan lebih pada kurikulum yang tidak tertulis.

Perlu disadari bahwa proses pembelajaran tidak hanya berlangsung di muka/di dalam kelas saja, akan tetapi juga berlangsung di luar kelas; bahkan di luar lembaga pendidikan. Pendidikan dalam hal ini menjadi “patron” bagi peserta didiknya, sehingga apa yang menjadi perilakunya akan menjadi kurikulum hidup bagi peserta didiknya. Sebagai contoh; banyak dosen yang tidak belajar ilmu Dedaktik-Methodik secara teeoritis keilmuan, tetapi begitu diaa menjadi dosen, maka dosen yang dijadikan patronnya, akan menjadi contoh panutannya dalam mengajar. Dengan demikian dosennya tadi telah menurunkan keteladanan kepada mahasiswanya melalui kurikulum kehidupan, yang semua itu berbentang panjang sejalan perjalanan studi mahasiswanya.

Kurikulum Pendidikan Non-FormalPendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat di Indonesia dimasukan dalam kategori pendidikan non-formal.  Di dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 26 dan 27 disebutkan pedidikan non formal dan informal diakui keberadaannya oleh undang-undang sebagai pengganti/ pelengkap pendidikan formal. (UU Sisdiknas, 2003). Pembinaannya di bawah Ditjen PNFI, dahulu dikenal dengan nama Ditjen Pendidikan Luar Sekolah. Secara konsisten berfungsi melayani kebutuhan masyarakat. Kontribusi Ditjen PNFI bagi pendidikan masyarakat semakin luas dan perkembangannya menggembirakan.

Produk dari Pendidikan Non-Formal akhir-akhir ini dihargai setara dengan pendidikan formal. Ini dapat kita lihat diakomodasinya Tamatan Kejar Paket A,B,C menjadi setara dengan pendidikan SD, SLTP, dan SLTA. Bahkan alumni paket C dapat mendaftar mengikuti ujian seleksi masuk Perguruan Tinggi.

Secara keseluruhan bahwa pendidikan itu perjalanannya berproses, dan tidak dapat dipisahkan secara nyata antara lingkup informal, formal, dan nonformal. Sifat maju berkelanjutana ini jika digambarkan maka akan tampak sebagaai berikut:   
                             Gambar : Proses Pertautan  Wilayah Pendidikan dilihat dari cakupan.

Jika dilihat dari ilustrasi gambar di atas bahwa pendidikan itu berlangsung secara proses, dan pakem formal yang disebut dengan kurikulum itu hanya ada pada lembaga pendidikan formal dan non-formal. Namun demikian bukan berarti bahwa pendidikan itu berlangsung terpaku pada kurikulum formal saja, akan tetapi juga dikontribusi oleh kurikulum tersembunyi (hidden curicullum) yang dimakalah ini diberi label “Kurikulum Kehidupan”.

Berdasarkan konsep pemikiran di atas bahwa pendidikan itu berjalan tidak bisa sendiri-sendiri atau complementer, akan tetapi harus berproses berkelanjutan dan berkaitan dengan banyak hal. Oleh sebab itu Cony Semyawan mengatakan bahwa kurikulum yang baik itu adalah kurikulum yang siap menampung perubahan jaman (1983). Bahkan lebih jauh dijelaskan bahwa kurikulum merupakan komponen proses dalam penyelenggaraan pendidikan.  Atas dasar itu juga maka hasil pendidikan tidak dapat dilihat hasilnya secara cepat; akan tetapi haruslah melalui proses yang panjang juga dan waktu yang lama.

C. KesimpulanHasil pendidikan tidak dapat dilihat atau dirasakan hasilnya dalam waktu singkat, karena penyelenggaraan pendidikan itu berjalan melalui proses. Oleh sebab itu Pendidikan adalah instrumen by disain dalam proses kehidupan manusia yang berlngsung sepanjang hayat.  
DAFTAR PUSTAKA
Semyawan, Cony : 1983. Pengantar Ilmu Pendidikan. IKIP Jakarta.www.curiculum.com.Rustam Ali Sodiqin, diakses pkl 11.45. 21 Agst 2016.Sudjarwo : 2015.   Proses Sosial dan Interaksi Sosial dalam Pendidikan. Mandar Maju. Bandung.Undang Undang Sistim Pendidikan Nasional, 2003.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar