SEKOLAH ITU “MILIK SIAPA”
Sudjarwo. Guru Besar FKIP Unila
Minggu-minggu ini kesibukan DPRD Provinsi Lampung khususnya Komisi V
bertambah, hal ini terjadi karena konsekwensi dari diberlakukannya Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia N0. 123 tahun 2014,
tentang urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur untuk
Penyelenggaran Pendidikan Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan
(SMA/SMK). Gubernur bersama DPRD harus menyiapkan Peraturan Daerah guna
menindaklanjuti Peraturan Menteri tersebut, walaupun dipemukaan hal itu
terkesan mudah dan ringan, ternyata pada tataran implementasi banyak hal yang
harus diperhatikan.
Selama ini Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan
merupakan wilayah kerjanya Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Tentu wilayah
birokrasi ini menyimpan sejuta makna bagi petinggi yang mengaturnya. Sehingga
tidak dapat dipungkiri wilayah ini menjadi medan tarikmenarik antarkepentingan
dari para pemangku kepentingan.
Berdasarkan pengalaman Jelajah Nusantara, ternyata banyak Daerah
Tingkat Dua yang menjadikan SMA/SMK sebagai sumber dari Tenaga Andalan
Kabupaten. Bahkan dibeberapa daerah Ketua Bapedanya ada yang dari Guru SMA, dan
untuk beberapa Kepala Dinas juga dari Guru SMA. Secara hakekat dasar Hak Hak
Azazi Manusia hal ini sah-sah saja, namun jika dilihat dari pembinaan personil,
maka Guru Guru terbaik di tingkat SMA/SMK akan semakin berkurang karena mereka
hijrah kebirokrat dengan berbagai alasan. Akibat jangka panjang mutu
pembelajaran di SMA/SMK secara signifikan akan mengalami penurunan.
Untuk Provinsi Lampung hal tersebut di atas juga tidak terhindarkan;
tidak sedikit guru-guru terbaik yang dimiliki SMA/SMK berhijrah ke birokrat,
bahkan ada diantara mereka pada saat sekarang menduduki posisi kunci untuk
tingkat Kabupaten/Kota. Karena mereka adalah orang-orang pilihan, maka tentunya
mereka menjadi sukses, walaupun ditempat sekolah yang ditinggalkan untuk
mendapatkan sekaliber guru tadi harus menanam kembali sepuluh sampai duapuluh
tahun ke depan. Pertanyaan tersisa apakah dengan dikembalikan ke Provinsi
eksodus seperti ini tidak akan terjadi. Jawabannya belum tentu.
Masalah Program.
Pada waktu SMA/SMK dikelola oleh Dinas Kabupaten Kota, mereka menjadi
instansi strategis yang cenderung politis. Program-program populer untuk
mengangkat citra pimpinan daerah yang bermuatan politis sangat dimungkinkan
untuk Dinas Pendidikan. Bandarlampung dengan Biling-nya, Lampung Barat dengan
Bantuan Siswa ; adalah bantuan sosial yang sangat baik idenya, walaupun dalam
implementasinya banyak hal yang tidak sesuai sasaran bahkan tidak jarang muatan
politiknya menjadi begitu kental.
Terlepas dari hal-hal tersebutkan di atas, persoalannya sekarang
bagaimana kesiapan Dinas Provinsi untuk melanjutkan program tersebut. Pada satu
sisi program tersebut bagu, pada sisi lain jika itu dilaksanakan oleh Provinsi
maka azaz keadilan harus dikedepankan, maksudnya harus diberlakukan untuk semua
daerah. Pertanyaan tersisa adalah bagaimana dengan penganggaran, dan instrumen
untuk menemukenali masalah apakah juga sudah disiapkan.
Masalah Tenaga Pendidik dan Kependidikan
Secara jujur harus diakui pada saat ini banyak sekolah yang kekurangan
tenaga pendidik dan kependidikan PNS, tetapi kelebihan tenaga pendidik dan
kependidikan honor. Hal ini terjadi karena sekolah adalah lembaga “penitipan”
para pemegang kekuasaan untuk menjadikan sekolah sebagai terminal untuk menjadi
PNS melalui tenaga honorer.
Menyikapi kondisi di atas Dinas Pendidikan Provinsi sudah harus
menyiapkan tata aturan agar tidak terjadi “ledakan” tenaga honorer yang tidak
sesuai bidang keahlian, jumlah besaran, dan penganggaran. Jangan sampai justru
Dinas Provinsi menambah masalah baru dengan “menitipkan” lagi tenaga honorer
sehingga membebani anggaran Belanja Pegawai Provinsi. Penulis memperkirakan
masa jeda seperti sekarang ini, jumlah tenaga “honorer siluman” seperti ini
akan membengkak.
Masalah lain yang tidak kurang urgennya adalah kepatutan dan kepatuhan
dalam pengangkatan Kepala Sekolah. Selama ini Pemda Tingkat II terkesan
mengangkat Kepala Sekolah dengan menggunakan tataaturan yang tidak sesuai
dengan tataaturan baku. Kepentingan “Balas Jasa politik” dan kepentingan
“material” sering mengemuka, sehingga ada semacam transaksional kepentingan
yang begitu dominan. Untuk itu diperlukan suatu aturan yang jelas oleh Dinas
Pendidikan Provinsi tentang pengangkatan Kepala Sekolah secara terbuka dan
transparan. Dinas disarankan membentuk tim indipenden untuk menilai kinerja
kepala sekolah yang ada guna direkomendasi diteruskan atau tidak, kemudian pada
masa depan untuk jabatan Kepala Sekolah dibuka tes atau uji kepatutan dan
kelayakan oleh satu tim indipenden yang dapat menghasilkan pilihan-pilihan, dan
keputusan yang diambil oleh Kepala Dinas berdasarkan hasil uji kepatutan dan
kelayakan tadi.
Mulai dari sekarang Dinas Pendidikan Provinsi sudah harus melakukan
penelusuran rekam jejak dari semua guru SMA/SMK yang menjadi kewenangannya;
karena disinyalir ada sejumlah oknum guru yang melakukan ketidakpatutan dalam
proses kenaikan pangkat. Sehingga bisa terjadi secara kepangkatan yang bersangkutan
tinggi, namun dilihat dari kinerja akademiknya tidak sebangun dengan ketinggian
pangkat administratifnya. Hal ini penting agar mereka yang nantinya masuk bursa
Kepala Sekolah diperoleh yang memang layak tanding.
Terakhir perangkat yang harus disiapkan adalah Pengawas Sekolah. Untuk
fungsional satu ini Dinas Pendidikan Provinsi harus memiliki alat ukur kreteria
bagi mereka yang akan masuk pada karier ini. Pengawas Sekolah bukan jabatan
“terusan” dari tidak menjadi Kepala Sekolah lagi. Akan tetapi memang jabatan
akademik untuk memberikan pendampingan kepada guru yang ada di lapangan dalam
menggelar proses pembelajaran. Kreteria minimal berpendidikan Strata dua
Pendidikan yang merupakan alumni Perguruan Tinggi terakreditasi, memiliki rekam
jejak akademik, dan lain sebagainya; bisa dijadikan kreteria untuk melakukan
test kepatutan dan kelayakan bagi calon Pengawas Sekolah.
Semoga Dinas Pendidikan Provinsi sudah mempersiapkan diri baik secara
fisik maupun suasana batin untuk menerima tugas berat baru dengan kembalinya
SMA/SMK keranah tugasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar