Sahdan
dinegara Hastinapura salah seorang adik Raja Duryudana yang berjumlah seratus
itu, salah satunya bernama Kartomarmo. Wayang yang berpangkat Pangeran ini
memiliki karakter tersendiri yang ditempelkan kepadanya oleh Sang Dalang. Ciri
utamanya yaitu siap menerima perintah dari atasan, biasanya pemberi perintah
adalah Sang Mahapatih Sengkuni. Begitu perintah diucapkan Kartomarmo
mengucapkan “siap laksanakan”, sehingga tidak jarang perintah belum habis
diucapkan oleh sang Mahapatih, Kartomarmo sudah jalan duluan. Begitu sampai
tujuan dia tidak mengetahui apa perintah tadi. Alhasil balik kanan tanya lagi
kepada Sang Patih “saya tadi diperintah apa ya ?”.
Kejadian
mirip seperti episode di atas sedang terjadi dijagad nyata saat ini. Sepenggal
kehidupan sedang berpentas; seorang perwira tinggi dijajaran kepolisian
mendapat tamparan dari seorang jenderal, demi sekardus uang. Harga pipi perwira
ini barangkali termahal didunia karena telah berperan sebagai Kartomarmonya
Jenderal. Sang perwira hanya bisa
berkata siap, sekalipun istri sedang berjuang dengan kanker, dia harus berkata
siap. Sekalipun perintahnya untuk menilep uang negara, tetap saja dia berkata
siap.
Jika
persepsi kardus itu pada mind side kebanyakan orang (termasuk saya dan pembaca)
adalah Super Mie, ternyata kardus tadi isinya uang bernilai milyaran rupiah.
Pangkat boleh sama tetapi rejeki memang beda, inilah kasunyatan hidup. Tatanan
bisa jungkir balik hanya karena rupiah. Ada yang berpangkat kopral berejeki
jenderal, tetapi ada juga pangkat boleh jenderal, tetapi rejeki hanya kopral.
Garis
asimetris serupa ini sekarang sedang terseruak kepermukaan. Ada kiyai yang
terpental karena diseruduk sapi, ada Jenderal yang “keloloten” kardus Super
Mie, ada Bupati yang pindah rumah dari Sukakaya ke Sukamiskin. Masih banyak
lagi episode yang membuat kita geleng kepala.
Pada
satu sisi ada figur yang sangat lugu dengan nama desa rejeki kota, disisi lain
ada nama kota kelakuan udik.Lebih seru lagi konon menurut Mahfud.MD yang Guru
Besar Hukum itu menyatakan delapan puluh persen dari para kurup adalah tamatan
perguruan tinggi. Kalau begitu ada apa dan dimana yang salah negeri ini.
Kita
semua menyadari memang tidak mungkin wayang satu kotak berisi Kartomarmo semua,
atau semua jajaran kepolisian isinya Mas Legimo semua, karena sistem tidak akan
berjalan, lakon tidak bisa digelar, komando juga akan mandeg. Tetapi seorang
Legimo dan seeorang Kartomarmo saja sudah membuat heboh apalagi jika itu lebih
dari satu.
Mari
kita berfikir untuk tidak mengisi Sukamiskin menjadi penuh, karena jika itu
yang terjadi berarti negara ini dapat disebut gagal. Tidak ada beda antara
Indonesia dan Hastinapura, jika para petingginya hanya berfikir Kardus Super
Mie, dan berujung pada masuknya mereka kedalam ruang dan waktu yang ada di
Sukamiskin.
Sak dermo wayang pak tinggal kita bisa bersabar atau tidak menerima titah
BalasHapus