Pada hari ini beberapa waktu lalu dikumandangkan bahwa mulai tahun ini
(2008) buku pelajaran wajib Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah
Pertama, akan digratiskan. Berita ini mengingatkan saya akan tulisan
yang pernah dimuat di koran ini pada waktu awal beliau memangku jabatan
sebagai Walikota. Saya telah mengkritisi program walikota terpilih pada
saat itu.
Program utama beliau adalah Pendidikan dan Kesehatan menjadi program
utama. Dari awal saya sudah mengatakan pendidikan itu mahal, kesehatan
juga mahal. Untuk pandai dan sehat memang mahal. Persoalannya adalah
siapa yang akan menanggung kemahalan itu. Selama ini rakyat sebagai
pemanggul utama sudah merasa lelah tak berdaya jika berhadapan dengan
namanya pendidikan dan kesehatan. Langkah walikota yang menggeser kepala
sekolah yang memungut biaya pendaftaran, kemudian diikuti dengan
menggratiskan biaya buku pelajaran, adalah langkah besar yang harus
mendapat apresiasi dan kita dukung bersama. Hanya masih ada persoalan
yang perlu diselesaikan oleh pihak dinas teknis terkait untuk
mensukseskan program tersebut, sehingga wali kota tidak terbebani
pemikirannya seperti masalah SMAN 17 yang berlarut-larut.
Membebaskan buku pelajaran adalah hal mulia bagi saudara-saudara kita yang hidupnya kurang beruntung. Akan tetapi juga perlu pengawasan di lapangan yang cukup ketat oleh pihak aparat kepengawasan. Celah kecurangan harus segera ditutup dengan aturan rugulasi yang tegas dan jelas. Sehingga pembebasan buku akan bermakna bagi rakyat yang membutuhkan. Jangan sampai terjadi beban pembelian buku hilang, tetapi beban baru muncul yang lebih berat dari buku.
Pemikiran-pemikiran strategis walikota tentang pendidikan seyogyanya tidak hanya menjadi beban pemikiran beliau saja, yang sangat penting lagi sosialisasi akan pemikiran ini ke bawah adalah sesuatu yang sangat penting. Kepala satuan kerja bukan robot yang baru bergerak jika ada perintah. Tetapi membantu walikota untuk mendapatkan ruang berimprovisasi pada program yang menjadi misinya.
Satu langkah maju sudah diperbuat oleh sang walikota untuk mewujudkan kepeduliannya akan pendidikan. Pertanggungjawaban publik sudah dilakukan, tinggal realisasi oleh dinas sebagai perpanjangan tangan walikota perlu selalu dicermati. Ini juga bukan pekerjaan mudah bagi dinas Pendidikan dan Perpustakaan jika tidak memiliki aparat yang berkinerja baik. Untuk percepatan pengambilan data lapangan tentang kebutuhan riel akan buku pelajaran menjadi sulit jika hanya mengandalkan birokrasi yang ada. Apalagi jika mental birokratnya merasa tidak kebagian rejeki buku, untuk apa membantu. Oleh sebab itu perlu dicari upaya lain yang memungkinkan dalam waktu singkat walikota sudah dapat data kongkrit akan kebutuhan lapangan tentang jumlah buku. Di samping itu sekolah juga mendapatkan informasi tentang penerbit mana saja yang berkualifikasi baik, sehingga tidak terjadi penipuan pada sekolah. Dengan demikian kerjasama dengan serikat penerbitpun perlu dijalin.
Kerjasama pemetaan data sangat mendesak dilakukan, tinggal dinas akan berfikir internal atau eksternal, atau juga menggabungkan keduanya. Jika internal yang dilakukan, berarti mengandalkan birokrasi yang ada. Resiko cara ini adalah murah dari segi dana, akan tetapi tingkat keakuratan menjadi tidak terjamin. Kecenderungan data tembak akan terjadi. Sebaliknya jika cara eksternal, berarti ada pihak ketiga yang diberi tugas mengambil data ini. Cara ini sedikit mahal, akan tetapi tingkat akurasi dijamin mendekati signifikan, karena nama lembaga akan dipertaruhkan. Tinggal bagaimana dinas mengambil sikap; yang jelas hal-hal teknis ini jangan lagi menjadi pemikiran walikota.
Tinggalkan walikota untuk memikirkan bidang kesehatan, yaitu bagaimana warga yang berkartu penduduk Bandarlampung jika berobat ke Puskesmas milik Dinas Kesehatan Kota menjadi gratis, untuk penyakit-penyakit tertentu yang umum diderita oleh warga. Tentu hal ini tidak mudah, namun itulah seni memimpin bagaimana yang sulit bisa terpecahkan dan mensejakterakan yang dipimpin.
Keadaan ini saya yakin sangat dinanti oleh kebanyakan masyarakat Bandarlampung, hanya persoalannya adalah regulasi untuk mencapai ini, perlu suatu kebijakan strategis dari walikota. Untuk itu peran dinas kesehatan dan dinas pendapatan daerah serta Bappekot perlu memberikan masukan-masukan yang memungkinkan kebijakkan itu keluar.
Sinkronisasi antara dinas pendidikan, dinas kesehatan, dan Bappekot harus selalu koordinatif sehingga walikota bisa mendapatkan masukan data serta kebijakkan yang telah ditempuh. Tinggal melanjutkan pada langkah-langkah strategis apa yang akan ditempuh sehingga visi dan misi walikota dapat diwujudkan. Kondisi seperti ini tidak lagi diperlukan aparat yang hanya menerima perintah, tetapi diperlukan aparat yang tanggap perintah, sehingga faktor inisiatif sangat diperlukan.
Walikota yang memiliki pengalaman segudang tentang organisasi sosial politik kemasyarakatan, birokrasi pemerintahan, pendidik dan juga santri, adalah tokoh yang dimungkinkan untuk menjadi pengemudi birokrasi yang baik, namun itu juga tergantung kualitas kendaraannya. Jika kendaraan birokrasi justru menjadi bebannya, maka sesuatu yang tidak mustahil terjadi justru sang kemudi hanya sibuk mendandani kendaraan, bukan mengendarai kendaraan. Akhirnya selamat berjuang Bapak Walikota, semoga Bandarlampung menjadi kota terbersih lagi dan memiliki warga yang sadar akan ketertiban, dengan tidak membobol pagar pemisah marka jalan yang dibangun dari uang kita bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar