Membaca
harian Lampung Post terbitan tanggal 2 Desember 2013, saya terkejut sekaligus
terperangah. Ada Opini yang ditulis wartawan kawentar harian ini dengan judul
nama seorang tokoh Lampung. Walaupun serba terbatas, buku aoutobiografi yang
ditulis sang tokoh dikomentari oleh Mas Dar (begitu saya pangggil).
Keterkejutan saya tokoh sebesar beliau, yang terkenal pada jamannya orang yang
sangat peduli Lampung, memiliki sejumlah informasi luarbiasa untuk Lampung ini,
tetap arief seperti sifat beliau saat memimpin Lampung. Di Usianya yang senja
tokoh ini masih mau berbagi dengan kita sebagai generasi penerus dengan tidak
mau menimbulkan gejolak, tetapi juga tidak mau membawa terus “dosa birokrasi”
pada jamannya.
Tidak
banyak tokoh yang seperti ini pada jaman yang cenderung cepat berubah seperti
sekarang. Justru kecenderungannya saling sandera, sehingga satu dengan yang
lain menjadi saling terkunci dalam sistem. Mereka tidak mau membuka karena jika
itu mereka lakukan berarti efek domino akan terjadi. Banyak kasus di negeri ini
yang sulit diungkap karena kondisi saling mengunci, akibatnya setiap persoalan
harus diurai dengan sangat perlahan, kadang seperti putus asa kita menantinya,
tapi itulah harga bayar yang harus kita beli dari keadaan ini.
Kejadian
tersebut tidak hanya di tingkat pusat, masih ingat dalam batin kita beberapa
kasus yang pernah mengemuka, tapi entah kemana rimbanya. Beberapa bulan lalu
dana sertifikasi guru yang dipakai oleh beberapa pejabat di tingkat kabupaten,
sudah dinaikkan pada tingkat penyidikan, tapi entah kemana juntrungnya.
Berhentinya teman-teman Mas Dar mewartakan, seolah berhenti pula semua itu
ditelan bumi.
Demikian
juga adanya sinyalemen pada pengusulan kenaikan pangkat guru yang diduga
menggunakan berkas palsu, dan dilakukan oleh oknum yang mengerti tentang
tatacara pembuatan Daftar Angka Kredit. Ternyata juga tidak pernah terungkap
kepermukaan karena sekali lagi pola kerjanya menggunakan penyanderaan. Harga
penyusunan sampai pengusulan untuk golongan empat sebesar enambelas juta yang
ditawarkan kepada guru, ternyata info itu menguap begitu saja tanpa bekas.
Menyengat baunya, tapi tidak tampak rupanya.
Pada
waktu diskusi terbatas ditingkat pusat, ada teman yang mengemukakan idea, guna
memangkas seluruh pola penyanderaan, perlu dilakukan pemutihan. Ditentukan dari
hari “H” jam “00” mulai saat itu hukum dilakukan, sementara yang sebelum itu
semua diberi pengampunan. Idea ini langsung membelah peserta diskusi pada dua kutub,
yaitu Pro dan Kontra. Hal ini biasa dalam alam demokrasi, hanya perlu
dipertimbangkan secara moral apakah langkah itu etis. Tetapi juga kita harus
melakukan tindakan kongkrit untuk melepaskan bangsa ini dari persoalan
persoalan yang menggurita menjerat bangsa. Dengan kata lain diperlukan
keberanian memulai dari titik nol.
Tugas
sekarang kepada Mas Dar dan teman teman, mencari ditumpukkan jerami bangsa ini
para pemimpin bangsa masa lalu yang nyaris terlupakan, untuk dimintai petuah,
berdasar pada pengalaman masa lampau mereka, guna mencari solusi terbaik bagi
persoalan bangsa.
Kemampuan
untuk menemukenali persoalan secara arif dan dekat dengan rakyat, adalah impian
kebanyakan banyak orang di negeri ini kepada pemimpinnya. Mata dhohir rakyat
bisa di tipu, tetapi mata batin mereka tidak bisa didustai. Pemilihan Bupati di
Kabupaten Lampung Utara, pemilihan Gubernur Jawa Tengah, adalah bagian contoh
kecil, dimana incumbent bukan jaminan untuk memenangkan suatu pertarungan. Rakyat
mulai cerdas membedakan pemimpin yang pro rakyat dengan yang tidak berpihak
padanya.
Pembelajaran mahal ini seyogyanya menjadi
catatan kaki bagi semua, karena kepemimpinan berikut tidak mau menanggung dosa
birokrasi sebelumnya. Untuk itu mari kita membantu Mas Dar dan teman teman
dalam mencermati gerak jaman untuk menemukan pemimpin masa depan yang lebih
baik, serta membongkar sejarah untuk ditata ulang dijadikan refrensi suri
teladan dalam bertindak dan berprilaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar