Harta Yang Paling Berharga nan Mulia Adalah Ilmu

Kamis, 12 Desember 2013

Sudarmono



Membaca harian Lampung Post terbitan tanggal 2 Desember 2013, saya terkejut sekaligus terperangah. Ada Opini yang ditulis wartawan kawentar harian ini dengan judul nama seorang tokoh Lampung. Walaupun serba terbatas, buku aoutobiografi yang ditulis sang tokoh dikomentari oleh Mas Dar (begitu saya pangggil). Keterkejutan saya tokoh sebesar beliau, yang terkenal pada jamannya orang yang sangat peduli Lampung, memiliki sejumlah informasi luarbiasa untuk Lampung ini, tetap arief seperti sifat beliau saat memimpin Lampung. Di Usianya yang senja tokoh ini masih mau berbagi dengan kita sebagai generasi penerus dengan tidak mau menimbulkan gejolak, tetapi juga tidak mau membawa terus “dosa birokrasi” pada jamannya.
Tidak banyak tokoh yang seperti ini pada jaman yang cenderung cepat berubah seperti sekarang. Justru kecenderungannya saling sandera, sehingga satu dengan yang lain menjadi saling terkunci dalam sistem. Mereka tidak mau membuka karena jika itu mereka lakukan berarti efek domino akan terjadi. Banyak kasus di negeri ini yang sulit diungkap karena kondisi saling mengunci, akibatnya setiap persoalan harus diurai dengan sangat perlahan, kadang seperti putus asa kita menantinya, tapi itulah harga bayar yang harus kita beli dari keadaan ini.
Kejadian tersebut tidak hanya di tingkat pusat, masih ingat dalam batin kita beberapa kasus yang pernah mengemuka, tapi entah kemana rimbanya. Beberapa bulan lalu dana sertifikasi guru yang dipakai oleh beberapa pejabat di tingkat kabupaten, sudah dinaikkan pada tingkat penyidikan, tapi entah kemana juntrungnya. Berhentinya teman-teman Mas Dar mewartakan, seolah berhenti pula semua itu ditelan bumi.
Demikian juga adanya sinyalemen pada pengusulan kenaikan pangkat guru yang diduga menggunakan berkas palsu, dan dilakukan oleh oknum yang mengerti tentang tatacara pembuatan Daftar Angka Kredit. Ternyata juga tidak pernah terungkap kepermukaan karena sekali lagi pola kerjanya menggunakan penyanderaan. Harga penyusunan sampai pengusulan untuk golongan empat sebesar enambelas juta yang ditawarkan kepada guru, ternyata info itu menguap begitu saja tanpa bekas. Menyengat baunya, tapi tidak tampak rupanya.
Pada waktu diskusi terbatas ditingkat pusat, ada teman yang mengemukakan idea, guna memangkas seluruh pola penyanderaan, perlu dilakukan pemutihan. Ditentukan dari hari “H” jam “00” mulai saat itu hukum dilakukan, sementara yang sebelum itu semua diberi pengampunan. Idea ini langsung membelah peserta diskusi pada dua kutub, yaitu Pro dan Kontra. Hal ini biasa dalam alam demokrasi, hanya perlu dipertimbangkan secara moral apakah langkah itu etis. Tetapi juga kita harus melakukan tindakan kongkrit untuk melepaskan bangsa ini dari persoalan persoalan yang menggurita menjerat bangsa. Dengan kata lain diperlukan keberanian memulai dari titik nol.
Tugas sekarang kepada Mas Dar dan teman teman, mencari ditumpukkan jerami bangsa ini para pemimpin bangsa masa lalu yang nyaris terlupakan, untuk dimintai petuah, berdasar pada pengalaman masa lampau mereka, guna mencari solusi terbaik bagi persoalan bangsa.
Kemampuan untuk menemukenali persoalan secara arif dan dekat dengan rakyat, adalah impian kebanyakan banyak orang di negeri ini kepada pemimpinnya. Mata dhohir rakyat bisa di tipu, tetapi mata batin mereka tidak bisa didustai. Pemilihan Bupati di Kabupaten Lampung Utara, pemilihan Gubernur Jawa Tengah, adalah bagian contoh kecil, dimana incumbent bukan jaminan untuk memenangkan suatu pertarungan. Rakyat mulai cerdas membedakan pemimpin yang pro rakyat dengan yang tidak berpihak padanya.
 Pembelajaran mahal ini seyogyanya menjadi catatan kaki bagi semua, karena kepemimpinan berikut tidak mau menanggung dosa birokrasi sebelumnya. Untuk itu mari kita membantu Mas Dar dan teman teman dalam mencermati gerak jaman untuk menemukan pemimpin masa depan yang lebih baik, serta membongkar sejarah untuk ditata ulang dijadikan refrensi suri teladan dalam bertindak dan berprilaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar