Trias Politika Vs Trias Koruptika |
Betapa
dahsyatnya virus ini, sampai dapat menembus eksekutif, legeslatif, dan
yudikatif. Saya yakin jika pencetus Trias Politika masih hidup, akan secara
tergesa-gesa datang ke Indonesia untuk melakukan penelitian guna melengkapi
teori yang dibangunnya.
Pendapatan
yang tinggi perbulan dengan mendekati seratus juta, ternyata tidak membuat
seseorang itu cukup, justru ini memunculkan nafsu baru. Berawal dari “makan apa
hari ini, besok apa yang dimakan, apa lagi yang belum saya makan, berpuncak,
siapa lagi yang akan saya makan”. Bagaimana seseorang dapat bertriwikrama
mengubah bentuk dari penjaga keadilan, menjadi pemangsa apa saja.
Negara
ini seolah olah “Bedah” secara moral, karena sendi-sendinya sudah tidak saling
topang lagi, justru saling jatuh menimpa yang lain. Apakah Sriwijaya dan
Majapahit sebagai suri teladan untuk kita semua, masih kurang jelas. Ke dua
kerajaan besar yang pernah hidup di kawasan ini, konon dalam beberapa nukilan
sejarah, kehancurannya juga disumbang oleh korupnya para penguasa istana.
Tidak
salah jika Soekarno, Presiden Pertama Republik Indonesia ini mengatakan “jangan
lupakan sejarah”, ternyata banyak diantara kita melakukan hal itu. Sehingga
seolah kita berhadapan dengan siklus yang selalu berulang. Berputar pada sumbu
yang sama dengan peristiwa yang berbeda, pada setting yang relative sama.
Nukilan
sejarah masa lalu yang berisi tamsil tidak pernah kita simak, bagaimana hurup
jawa Ha Na Cha Ra Ka, dan seterusnya itu memiliki tanda tanda baca; jika suatu
hurup diberi perlakuan apapun tetap berbunyi, akan tetapi jika di “pangku”,
maka huruf itu tidak berkonsonan, atau mati. Filosofi ini terkandung betapa
manusia jika diterpa dengan penderitaan, tetap sukses dan mampu menemukan jalan
keluar. Sebaliknya jika diberi kenikmatan sedikit saja, maka manusia tadi tidak
akan mendapatkan kesuksesan.
Kata
lain dari tamsil di atas, bahwa pada umumnya manusia itu akan tetap eksis jika
diterpa dengan kesulitan hidup, sebaliknya jika mendapatkan kesukaan, kesukacitaan,
maka yang bersangkutan akan bangkrut semua usahanya, karena lupa diri.
Lambang-lambang kearifan local seperti ini sudah jarang dimaknai oleh banyak
orang, dan jika ada yang berfikir seperti itu dianggap tidak rasional. Ini
sesuatu yang keluar dari nalar.
Tetapi
ternyata contoh soal selalu tertulis begitu, apapun logika yang dipakai
ternyata pusaran akan kembali pada titik awal.
Jadi
pada bidang apapun kaki berpijak, jika kita tidak memiliki konsep diri yang
kuat, dan filosofi bangsa yang kokoh, maka dimanapun posisi kita akan tetap
sama dalam mengambil peran. Bermain api, akan terbakar, bermain air akan basah.
Bagaimana kita tetap bermain, tetapi juga tetap tidak terbakar, dan atau tetap
tidak basah. Menurut Asmuni Srimulat almarhum itu hil yang mustahal, tetapi
kita harus bisa menembus kemustahilan itu.
Kondisi
bangsa yang sudah memprihatinkan ini adalah pekerjaan rumah semua elemen bangsa
untuk memperbaikinya. Tidak bisa kita menyalahkan satu atau sebagian dari kita,
karena semua kita sedikit banyak telah memberi kontribusi akan terjadinya
kejadian ini.
Tetapi dibalik itu semua
kita memerlukan pemimpin yang tegas, dan berani tidak popular karena mengambil
kebijakkan pro rakyat. Tidak memerlukan pencitraan, karena citra itu akan
muncul dari keteguhan kita akan prinsip mengabdi kepada republik ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar