TERSESAT DI JALAN YANG BENAR
Pada waktu duduk di muka televisi ternyata ada sekmen
acara berkaitan dengan Perang Baratayudha dari versi negara aslinya, sementara
pada canel lain, pembawa acara sedang berceloteh yang mengesankan bahwa Pemilihan
Presiden sama dengan Perangnya wangsa Pandawa dan Kurawa. Kalimat ini dilanjutkan dengan menyatakan diri
sebagai pihak Pendawa, dan memposisikan yang lain adalah Kurawa.
Kalimat itu jika didengar oleh kaum intelektual,
reaksinya akan tersenyum dengan sejuta arti, jika itu didengar oleh budayawan
menjadi mereka tertawa terbahak-bahak. Tetapi menjadi kening berkerut bagi
sudara saudara kita yang berfikir sederhana dan linier. Karena mereka
menganalogikan Pilpres ini sama dengan perang tanding yang setara dengan
Baratayudha dalam pewayangan.
Cara berfikir yang dibentuk dengan opini, terlepas
apakah dengan cara benar atau “tidak benar”, maka posisi Pemilihan Presiden
menjadi ajang perang tanding, bukan merupakan medan proses pembelajaran akan
demokrasi yang benar. Di sini ketersesatan sistimatis sedang kita bangun
bersama atas nama pemilihan presiden.
Atas nama demokrasi semua kita boleh bicara apa saja, terlepas apakah yang
mendengar itu mengerti atau tidak, bingung atau faham, semua dibiarkan begitu
saja. Tanpa rasa tanggung jawab, kita bebas untuk mengatakan apa saja dan tidak
harus merasa apakah itu etis dalam arti patut, atau tidak.
Rakyat kecil terbengong bengong, melihat perilaku dari
sebagaian kita yang menunjukkan “kegilaan” tertentu terhadap jargon tertentu,
yang disuarakan. Mereka menjadi bingung melihat kelakuan sebagian kecil dari
kita yang dengan mudah untuk mengatakan apa saja. Sementara selama ini mereka di rumah tetap harus bicara santun
dengan siapapun. Mereka sering terperangah karena begitu senjangnya norma yang
mereka anut, dengan norma yang tampil di media masa berada di rumahnya.
Sebagian lagi yang berada pada kelas menengah, mereka
bisa dengan bebas menulis apa saja, dengan gaya bahasa apa saja, pada media
sosial yang mereka genggam. Dari kalimat paling santun, kalimat kalimat Syurga,
sampai sumpah serapah yang paling hinapun, dapat mereka lakukan. Dengan beragam
motif mereka tampilkan kalimat-kalimat yang santun sampai yang absurd. Inipun
tanpa ada beban apakah tulisan itu akan melukai orang lain atau tidak.
Lagi-lagi mereka juga sebenarnya ikut berkontribusi akan hiruk pikuknya
persoalan bangsa.
Kita semua sudah berada pada jalur yang benar, yaitu
menuju demokrasi untuk masa depan bangsa yang lebih baik. Akan tetapi kita
tersesat dalam tata laku berdemokrasi. Kita ingin bebas berbuat, tetapi tidak
sadar kita membawa persoalan baru pada bangsa ini. Pemilihan presiden seperti
sekarang yang membiarkan tumbuh fanatisme buta, bukan pembelajaran demokrasi,
ini akan membawa kita kepada posisi berhadap hadapan, bukan sejajar menuju
garis finis.
Jika posisi berhadapan yang kita ambil, maka yang
terjadi setelah berakhirnya pemilihan, akan muncul sikap “orang dia” dan “orang
kita”. Kondisi ini akan sangat membahayakan kondisi bangsa ke depan. Kita akan
saling menghancurkan sesama kita. Ada pemeo yang mengatakan “kita bukan negara
besar, akan tetapi negara yang penduduknya banyak", menjadi kenyataan.
Karena penduduk yang banyak bukan berarti menjadikan bangsa itu besar.
Sikap sebagian elite politik kita yang tidak
bertanggung jawab dengan menggiring opini pada posisi berhadap hadapan antara
kita, adalah perbuatan yang sangat tidak terpuji. Kita sudah menciderai demokrasi
dalam arti sesungguhnya, dan kita sudah menghianati perjuangan pendiri bangsa
ini. Karena kita secara sistimatis menghancurkan bangsa ini dari dalam.
Demokrasi bukan sekedar “membiarkan” perbedaan, akan
tetapi menumbuhkembangkan keberagaman dalam damai. Keberagaman adalah
sunatullah, oleh sebab itu patut dipupuk agar tumbuhkembang sebagaimana
kodratnya. Rekayasa sosial yang bersifat membenturkan antarkeberagamana adalah
sesuatu keniscayaan. Oleh sebab itu tanggungjawab terhadap bangsa bukan
dilakukan dengan berbenturan sesama kita, akan tetapi bagaimana beriringan
dalam perbedaan. Ingat kita dapat maju berjalan ke depan karena ada perbedaan
antara kaki kiri dan kaki kanan, tetapi perbedaan itu menjadi harmoni dalam
bingkai keberagaman manakala diantara kaki itu bergerak mengikuti ritmenya.
Semoga Pemilihan Presiden kali ini di samping membawa
kita ke jalan yang benar, juga tidak membawa kita tersesat di jalan yang benar
itu. Keberhasilan dari pemilihan ini bukan pada terpilihnya seorang presiden,
akan tetapi terbangunnya demokrasi yang bermartabat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar