BOSNIA HEZERGOVINA
Secara jujur saya harus mengatakan bahwa menonton
debat capres, termasuk didalamnya kampanye yang dilakukan para pendukungnya,
dengan menonton Piala Dunia Sepak Bola, Saya lebih memilih acara Piala Dunia
Sepak Bola. Bukan berarti tidak punya rasa nasionalis, akan tetapi menonton
debat dengan kampanye, hati menjadi miris, karena negara ini akan dibawa kemana
jika yang tampil seperti ini. Apalagi disertai dengan cara-cara yang tidak
mendidik, (karena jelas wilayah sekolah yang harus bebas kampanyepun, mereka
langgar).
Tetapi ternyata lebih miris lagi melihat Piala Dunia
Sepak Bola, karena rasa malu dan rasa nasionalisme menjadi sangat prihatin,
bahkan merintih. Betapa tidak, dua negara yang berpenduduk sedikit, negaranya
kecil, bahkan swasananya masih belum begitu aman, mereka berhadaphadapan
memperebutkan benda bulat bernama bola, pada pesta dunia. Negara itu Bosnia
Hezergovina dengan Iran.
Kalau kita cermati negara-negara peserta yang masuk ke
dalam group, ternyata kebanyakan negara negara yang jumlah penduduknya relatif
sedikit, dan luas wilayah negarapun termasuk kecil. Tetapi mereka mampu
melahirkan bintang-bintang sepak bola dunia. Jika di lihat dari bandingan
jumlah penduduk, kita menjadi miris lagi, karena jumlah penduduk mereka lebih
sedikit dari kita. Berarti probabilita dari populasi menjadi lebih kecil,
dibandingkan dengan kita.
Sesuatu yang menarik lagi, dari hasil pelacakan
melalui pertemanan, ternyata banyak negara-negara itu tidak memiliki Kementrian
Olah Raga. Bola Kaki pembinaannya mereka serahkan pada klup yang ada, bahkan
dikelola dengan professional yang berarti menghasilkan pendapatan buat
pemainnya.
Bagaimana dengan kita ? Pertanyaan ini sungguh sulit
di jawab, karena jawabannya menjadi anomali. Betapa tidak, jika dilihat dari
jumlah penduduk, luas wilayah, jumlah lapangan sepak bola, jumlah penggemar
bola, sampai dengan “tukang buat onar atau Hallogan” pun, kita punya, bahkan
berlebih dilihat dari sudut jumlah.
Kita punya Kementrian Olah Raga, walaupun kita tidak
mengetahui apa pekerjaan Menterinya. Hanya yang kita tahu tidak banyak yang
kita tahu. Termasuk apakah dikementerian ada data base tentang banyaknya klup
dan siapa saja anggotanya. Apakah ada jadwal pertandingan, apakah ada sistem
pembinaan, dimana, kapan. Semua ini serba gelap dan tidak tahu, bahkan tidak
ada satupun pintu masuk tentang ini. Kita hanya mengetahui pada masa akhir
jabatan Menteri Olah Raga justru memberi Somasi kepada Plt Gubernur, dengan masalah
yang juga hanya soal kekuasaan, dan ini menggelikan.
Kita juga menjadi jengah bagaimana kita punya Menteri
Olah Raga, punya APBN, punya Lapangan Sepak Bola dari tingkat Kampung Sampai
Negara, punya organisasi yang mengurus, tetapi menemukan 22 (dua puluh dua)
orang pemain tangguh dari 250 juta penduduk, tidak pernah mendapatkan. Padahal
hitungan kasar saja dari 33 Provinsi yang kita punya, kita wajibkan mereka
melakukan seleksi mendapatkan satu orang yang tangguh dalam Sepak Bola, dengan
cara pemilihan terbuka bebas Kolusi, dan dianggarkan oleh APBN, seharusnya
sangat bisa.
Kita punya masa keemasan sepak bola pada jamannya
Ramang di tahun 50 an, saat itu negara ini masih sangat miskin, para pendiri
Republik ini masih sibuk membangun persatuan dan kesatuan ditengah perbedaan
dan kesenjangan yang tajam. Membeli Sepatu Bola pada waktu itu tidak semua orang
bisa, bahkan di satu kampung mungkin hanya satu dua orang saja yang mempunyai
Sepatu Bola, tetapi ukiran prestasi begitu mengharukan.
Mari kita tilik berapa atlit yang dari awal di bina
oleh negara, mungkin sangat kecil jumlahnya dibandingkan dengan sumbangan
olahragawan kepada nama harum bangsa ini. Apa dan berapa subsidi yang kita
berikan kepada mereka, merupakan barang misteri di negeri ini. Mereka di puja
saat berjaya, dan dilupa saat di bina. Bahkan terkadang dibinasakan.
Mari kita berfikir jernih siapapun pemimpin negeri ini
seharusnya bukan hanya menang digelanggang, tetapi juga harus mampu memenangkan
negeri ini dari segala macam kekurangan dan keterbelakangan, dengan cara yang
santun dan benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar