MENYISIR GIGIR ZAMAN
(Lampost. 13 Agustus 2016)
Tidak terasa usia Harian LampungPost bertambah, kenangan bersamanya
terus merayap seiring perjalanan waktu dan usia penulis. Harian ini penulis
kenal di awal tahun 80 an, dan secara berkala beberapa koplet tulisan dikirim
untuk mengisi rubrik yang khusus disediakan pada harian ini. Sesekali waktu
jika ada topik yang menarik sampai sekarang masih mengirimkan gagasan kemari,
hanya karena ingin ada regenerasi, maka penulis sekarang lebih banyak menahan
diri untuk memberi kesempatan pada penulis muda produktif berkiprah.
Ada “rasa” tersendiri yang dimiliki oleh harian ini dalam menampung dan
menyalurkan ide-ide para penulis yang banyak bermunculan. Harian ini menjadi
oase bagi para “Pengelana maya” untuk menyampaikan gagasan, idea; bahkan pemikiran-pemikiran
cerdas yang kala itu menjadi barang langka. Cengkeraman Orde Baru pada
kebebasan Pers sangat terasa menjadi semacam koridor maya yang harus dipatuhi
oleh LampungPost. Namun koridor ini membuat para penulis menjadi cerdas dalam
menyampaikan ide, dengan membungkusnya melalui “sanepo” atau kias dalam
berhalwat dengan pembaca. Generasi Bambang Ekawijaya, dkk, mewakili pentas
sejarah ini, dan seorang wartawan foto pada waktu itu yang dimiliki LamPost
bernama Syamsi Derauf, beliau handal dan mampu menyajikan foto momen yang hanya
dimiliki Lampost dan JakartaPost.
Seiring perjalanan waktu pada era 90 an keterbukaan mulai menyeruak,
dan para penyampai ide di Lampungpostpun terkena imbasnya. Zaman “Glasnost”nya
Indonesia membawa Generasi Hariwardoyo, Jajat Sudrajat, dkk, adalah mewakili pentas
ini. Tulisannya terkesan lugas, padat dan sering bermuatan akademis filosofis.
Pada era ini alumni Wartawan Kampus mulai ikut memberi warna; oleh karena itu
ada sedikit “keangkuhan” di sana, karena era baru atas nama reformasi
menjadikan berfikir menjadi terbuka dan sedikit “liar”.
Kawan dan Lawan
LampungPost mulai dilirik oleh para pejabat pemerintah maupun swasta
yang memposisikan Lampost sebagai teman sekaligus lawan. Tidak jarang harian
ini pada satu episod memuji, namun besok mencaci. Oleh karena itu posisi
“jinak-jinak merpati” ini menjadikan kru harian ini menanggung beban moral yang
tidak ringan. Hanya yang menguntungkan adalah di sana ada Bambang Ekawijaya
yang terus eksis mengawal ideologi demokrasi pada ranah pemberitaan. Mulai dari
era inilah Halaman Opini LampungPost menapaki harinya, dan menjadi barometer
daerah ini.
Pemilahan pemikiran dan aliran mulai menyeruak begitu masuk era 2000
an. Harian ini menjelma menjadi raksasa, sejalan dengan masuknya pemilik modal
raksasa Perss negeri ini yang menjadi penyandang dana. Para penulisnya muncul
beriringan dengan “ideologi” yang di bawa oleh para penjaga gawangnya. Rubrik
Opini menjadi sampul wajah ideologi para Pemimpin Redaksinya; sehingga mereka
yang memiliki indera ke (baca: Tujuh) akan mampu membaca ideologi apa yang
sedang diusung oleh LampungPost.
Mulai saat itu pemerhati dan penulis LampungPost mengindonesia. Tulisan
tidak lagi menjadi domain penulis daerah, tetapi menjadi domain semua orang
Indonesia dimana saja berada, yang penting satu mazhab pemikiran dengan para
redakturnya. Pada satu sisi kondisi ini sangat baik, karena harian ini menjadi
menasional, tulisan tulisannya menjadi rujukkan nasional. Pada sisi lain ada
seleksi alami yang dibangun tidak sengaja oleh Lampungpost adalah adanya seleksi
ideologis bagi penulis daerah dan redaktur daerah. Redaktur yang tidak segaris
dengan ideologi “pemegang kuasa” atau “yang mbaurekso”; atas nama “Penyegaran”
dan apapun namanya; secara perlahan mereka harus “ihlas” untuk tidak berada
pada lingkaran Lampost.
Tantangan Lampost saat sekarang adalah maraknya Koran Digital yang
terus menggurita. Ada pewarta yang setiap detik menyajikan berita, ada Blok
Individu yang siap mewartakan apa saja, ada media sosial yang setiap orang bisa
menjadi wartawan untuk sesamanya. Tidak perlu suntingan redaksi dan persyaratan
yang terlalu rumit. Semua ini jika tidak tidak disikapi dengan arif bijaksana, Harian
Lampung Post pelan tapi pasti akan menuju pada kuburnya. Oleh sebab itu atasnama
pencinta Lampung Post di samping mengucapkan Selamat Ulang Tahun, juga mewanti
wanti agar para punggawa LampungPost untuk segera mempersiapkan diri menuju
perubahan digitalisasi yang paripurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar