Siang hari pukul 14.00 bunyi alat
komunikasi dan terbaca dengan jelas bahwa pada hari Rabu ini tadi pukul 13.50
telah berpulang kerahmatullah Hi.Adeham bin Hi.Andok Asisten II Sekdaprov
Lampung di Rumah Sakit Medistra Jakarta. Kilasan peristiwa masa lalu kembali
membayang bersama beliau tatkala masih sebagai staf Biro Sosial Politik di
Pemerintah Daerah. Semua perijinan penelitian harus melalui meja beliau.
Sekalipun beliau alumni FKIP Unila; namun penulis tetap mengambil jarak untuk
kepentingan dinas. Tetapi apa yang terjadi; beliau memperlakukan menggunakan
pendekatan humanis; bahkan sejak itu kami jarang menggunakan bahasa resmi, tetapi
bahasa daerah atau bahasa Ibu.
Pada waktu beliau menjadi Kepala Dinas yang
terkenal panas kursinya, justru beliau menemui penulis mengutarakan maksudnya
ingin melanjutkan ke Pascasarjana Unila, dengan permohonan untuk tidak diberi
perlakuan istimewa. Ini merupakan sesuatu yang aneh, biasanya pejabat tinggi
didaerah ini meminta perlakuan khusus untuk hal-hal tertentu. Beliau mengatakan
ingin ikut test akademik, wawancara dan sebagainya beliau ikuti sebagaimana
layaknya calon mahasiswa lainnya. Bahkan setelah diterima beliau ikut Masa Orientasi
Studi Mahasiswa baru yang di Pascasarjana dikenal dengan PSAP, hadir dan mengikuti
semua rangkaian kegiatan dari awal sampai akhir. Kebetulan beliau kuliah
bersama istri; maka tampak sekali kekompakan pasangan ini dalam segala hal.
Demikian juga dengan penyelesaian tugas,
termasuk kehadiran, beliau sangat patuh dengan waktu; oleh sebab itu mahasiswa
lain seangkatannya menjadi malu hati; seorang Kepala Dinas yang begitu luar
biasa kesibukannya masih bisa hadir tepat waktu, melakukan presentasi tugas dan
lain sebaginya. Sesuatu yang menarik lagi beliau datang ke Kampus sangat jarang
sekali diantar sopir; lebih banyak beliau mengendarai sendiri kendaraannya.
Dengan ketekunan ini tidak berkelebihan jika beliau dapat menyelesaikan
studinya tepat waktu dengan Indek Prestasi Sangat Memuaskan.
Sisi humanis yang lain yang beliau
tampilkan; setiap ada undangan keluarga dengan tidak memandang status sosial,
beliau akan hadir dan itupun tidak minta prioritas. Bahkan pada waktu acara
pemberian ucapan selamat, beliau ikut baris dengan tertib dan sangat jarang mau
diberi perlakuan istimewa untuk mendahului barisan; apalagi jika dilihat
didalam barisan itu ada gurunya, seniornya, maka bisa dikatakan pasti beliau
akan menolak perlakuan khusus itu.
Sisi lain dari kehidupan beliau ialah
atensi yang besar terhadap beban orang lain yang meminta bantuan. Beliau akan
dengan sungguh-sungguh menyimak paparan orang lain dihadapannya yang memohon
bantuan. Jika persoalan itu tidak dalam jangkauannya; maka beliau akan
memediasi pihak lain agar bisa membantu. Hal ini tidak dibiarkan saat itu saja,
akan tetapi beliau terus memantau sampai persoalan selesai. Beliau mau ditemui
di mana saja termasuk di Kantor; namun harap maklum jika tidak ada perjanjian
untuk jumpa, beliau agak sulit ditemui karena memang jadwal beliau begitu
padat, sampai-sampai kendaraan dinas beliau bak kantor berjalan; dari keperluan
dinas sampai keperluan pribadi beliau siapkan di dalam kendaraan.
Ada kebiasaan lain yang beliau lakukan
yaitu senang mendatangi pengajian. Jika banyak pejabat menghadiri atau
menyelenggarakan pengajian diberi muatan politik; hal itu tidak berlaku buat Adeham.
Adeham sangat relijius; tidak jarang dalam Kunjungan Kerja di daerah beliau
didaulat untuk menjadi imam sholat atau khotib jumat; dengan senang hati beliau
lakukan. Suara khas beliau yang sedikit parau tapi lembut itu dalam melafaskan
kalimah kalimah keilahian sangat enak didengar, dan kekhasan khotbah beliau
tidak pernah menjelekkan pihak lain, siapapun dia.
Ada satu segmen kehidupan; tatkala bertemu
Adeham di Bandara Soekarno-Hatta yang sama-sama ingin pulang ke Lampung;
pesawat pada waktu itu karena alasan cuaca terpaka keberangkatannya tertunda.
Waktu yang cukup luang itu bukan beliau habiskan diruang khusus yang bisa dimanfaatkan
oleh pejabat seperti beliau. Ternyata Adeham tetap memilih berbaur bersama
masyarakat; waktu hal itu ditanyakan, ternyata jawabannya sangat
menyentuh......biarlah di sini saja....biar sama-sama merasakan bagaimana
capeknya menunggu...... Dan hal ini diucapkan dengan serius tanpa dibuat-buat
atau istilah sekarang pencitraan. Beliau tidak menunjukkan roman muka kesal
atau kecewa; bahkan cenderung dingin-dingin saja.
Sosok Adeham dari sisi lain; suatu
peristiwa beliau harus mengikuti apel bulanan; karena sesuatu hal beliau tidak
membawa pakaian seragam untuk hari itu. Dari pada salah kostum Adeham memilih
tidak ikut upacara, dan yang seharusnya dia bisa memarahi Sopir kendaraan dinas
yang selama ini mengingatkannya, tetapi hari itu lupa. Dengan santai beliau
mengatakan bahwa Sopir beliau masih manusia yang juga punya lupa seperti
beliau; dan marah bukan menyelesaikan masalah, justru akan membuat masalah.
Terakhir beliau diberi tugas untuk menjadi
“panglima” pembebasan tanah calon Jalan TOL . Banyak sekali hambatan yang
beliau temui di lapangan. Pada satu kesempatan disuatu acara kami duduk
berdampingan; beliau dengan serius menceritakan bagaimana suka dukanya menjadi
juru bebas, yang terkadang harus berposisi sebagai tak bebas. Setiap persoalan
yang muncul dipermukaan, terutama yang muncul dimedia masa; tanpa ambil waktu
Adeham langsung menyelesaikannya dengan gaya lembutnya tapi ligat. Jalan TOL
yang lurus inilah melambangkan kepribadian Adeham; yang tidak neko-neko dalam
bekerja. Beliau tidak dapat mendampingi Presiden saat menggunting pita peresmian
bersama Gubernur; semoga dengan jalan TOL beliau menuju ke alam keabadian,
menjumpai Sang Kholik.
Banyak kalangan kehilangan beliau; talenta
yang beliau miliki mampu menembus badai gonjang-ganjing politik lokal. Sekian
pimpinan berganti, beliau tetap bisa melayani. Sekian peristiwa memusar daerah
ini; tetapi Adeham tetap bisa menepi. Tangan dinginnya mampu menangani dan
mengurai persoalan pelik di Bumi Ruwajurai ini. Tidak ada orang yang merasa
dimenangkan, dan tidak ada orang yang merasa dikalahkan.
Kepiawaiannya menembus batas menjadikan Adeham
berselancar diatas badai. Pengalaman jadi pegawai rendahan sampai menjadi
Pegawai Tinggi, tidak menggoyahkan sendi-sendi keimanan dan kemanusiaannya. Keseriusannya
tidak menjadikannya kaku, keluwesannya tidak membawanya kesan mengabaikan.
Walau kodrat manusia memiliki keterbatasan, untuk Adeham keterbatasannya itulah
kematiannya.
Selamat Jalan Pak Adeham, jasamu menjadikan
amal membawamu ke Surga Janatunnaim, semoga keluarga yang ditinggalkan diberi
ketabahan. Semoga kita yang ditinggalkan mampu memetik suritauladan dari sosok
seorang Adeham.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar