Oleh : Sudjarwo
Profesor Ilmu-Ilmu Sosial FKIP Unila
Pagi itu ada gagasan yang melintas;
bagaimana jaman sekarang orang mampu mendramatisir suatu keadaan yang tidak
pernah terjadi, menjadi seolah-olah terjadi. Kemampuan untuk seperti ini
mengingatkan pada cerita yang dikarang oleh Walmiki, hanya Prabu Batharakresna
yang mampu melakukannya;
Sahdan pada perang besar Barathayudha pihak
Korawa melantik Pendeta Dhorna untuk maju sebagai Panglima Perang. Tentu saja
pihak Pandawa dibuat kacaubalau; baik dalam strategi maupun dalam moral. Karena
mereka tahu persis bagaimana kesaktian Sang Dhorna; beliau ahli memanah, bahkan
jadi guru mereka. Beliau juga ahli strategi perang yang luar biasa, dan mereka
semua pernah menjadi murid beliau dalam belajar strategi perang ini. Saat itu
yang terpikir hanya mereka akan menjemput ajal secara masal. Medan Kurusetra
sebagai medan peperangan akan mereka tambah dengan mayat prajurit maupun
panglima.
Namun tidak untuk ini dimata Prabu Kresna
(nama lain Batharakresna); semua bisa terbalik kejadiannya, dan untuk
membalikkan itu adalah tugas beliau sebagai Penasehat Agung Wangsa Pandawa. Orang
(wayang) “lantip” seperti beliau ini dibuat pelakon tidak banyak. Wayang satu
kotak Batarakresnanya hanya satu; hanya saja dibuat model oleh para penyungging
wayang menjadi beberapa model disesuaikan dengan setting cerita. Setting di
kerajaan, akan berbeda wayangnya saat setting ditempat peperangan, demikian
seterusnya.
Kaitannya dengan kemampuan dramatisasi
ternyata sekarang tidak diperlukan Batarakresna, bahkan mungkin jika W.S.Rendra
masih hidup, mungkin beliau akan terhenyak melihat kondisi saat ini. Dimana
orang bisa berdrama dengan tidak harus sekolah drama, apalagi harus nyantrik di
Padepoan untuk olah vokal, olah rasa, olah raga dan sebagainya; karena sekarang
orang dengan mudah memerankan sesuatu dengan tidak perlu tau karakteristik yang
diperankan.
Segala sesuatu peristiwa bisa diolah
sedemikian rupa untuk dijadikan amunisi, atau dijadikan pertahanan diri.
Tinggal dari mana niat itu dipasang, sehingga taring bisa ditajamkan. Suatu
peristiwa bisa dengan mudah dijadikan bola liar untuk dilempar ke atas,
kemudian dihujamkan kepada pihak lain yang dianggap “musuh” atau paling tidak
“lawan”. Bahkan hari suci untuk beribadahpun, bisa dijadikan titik awal dari
suatu penggalangan massa guna kepentingan segelintir orang, bahkan tidak
ragu-ragu dengan memanipulasi simbol untuk mengesahkan suatu tindakan.
Peristiwa di atas adalah hasil laku bangsa
selama ini. Tentu kita harus melakukan introspeksi adakah sesuatu yang salah
dalam perjalanan ini. Apakah pilihan-pilihan jalan bernegara sudah benar, atau
ada sesuatu yang harus kita koreksi bersama. Keberanian untuk mengoreksi dan
keberanian untuk mengubahnya adalah nyali besar dari bangsa ini yang perlu
disiapkan.
Suara Sultan Hamengkubuwono X beberapa hari
lalu yang mengutamakan nasionalisme dari Negara Kesaatuan Republik Indonesia
merupakan harga mati; jika berhadapan dengan apapun namanya, termasuk HAM;
adalah bentuk keberanian seorang pemimpin. Ngerso
Dalem mungkin juga sudah membaca arah perjalanan bangsa yang makin menjauh
dari cita-cita proklamasi.
Mengemukakan pendapat memang menjadi hak
setiap orang, tetapi bukan dengan cara melanggar hak orang lain. HAM adalah hak
dasar yang bersifat universal; namun membenturkan hak dasar itu kepada hak
dasar orang lain, juga merupakan pelanggaran HAM; karena orang lainpun memiliki
hak dasar seperti kita juga, yang perlu mendapatkan pengakuan.
Tampaknya harus ada evaluasi menyeluruh dan
mendasar tentang arah baru perubahan sosial yang kita inginkan di Indonesia
ini. Pola pemilihan langsung seperti sekarang tampaknya menyisakan pekerjaan
rumah yang tidak mudah. Pembelahan sosial menjadi sangat rapuh terjadi ditengah
masyarakat; hanya karena perbedaan pilihan. Tampaknya kita harus belajar lagi
untuk beda pendapat, dan beda pilihan.
Pendewasaan seperti ini ternyata belum kita
dapatkan; sekalipun sudah kita mulai dari 1998; ternyata waktu yang panjang,
tidak jaminan mendapatkan hasil yang memuaskan. Perubahan masih terjebak pada
yang berupa fisik yang luar biasa; namun perubahan substansial pada perilaku,
masih perlu upaya-upaya yang lebih keras lagi.
Pemilihan langsung yang selama ini kita
gadang-gadang untuk mendapatkan hasil yang baik dan memiliki nilai kemaslahatan
yang tinggi. Ternyata atas nama demokrasi dengan menumpukkan suara terbanyak,
bukanlah jaminan untuk mendapatkan keterwakilan yang baik. Namun perlu disadari
bahwa bisa saja sistemnya tidak salah; tetapi para pelakunya yang harus belajar
lagi lebih giat.
Azaz musyawarah mufakat yang menjadi
jantung kehidupan kita dalam bernegara, dan kita upayakan penyempurnaannya
melalui demokrasi yang kita disain, ternyata belum mampu memberikan solusi
terbaik dari persoalan bangsa ini.Tampaknya kita masih harus bekerja keras guna
menyempurnakannya; sehingga ancaman akan rusaknya tatanan sosial bernegara,
tidak akan terjadi.
Bernegara bukanlah coba-coba; dan bukanlah
eksperimen dalam laboratorium. Akan tetapi merupakan sesuatu yang dilandasi
oleh semangat kebersamaan untuk hidup bersama, guna mencapai kesejahteraan
bersama. Oleh karena itu bernegara bukanlah saling menafikan satu sama lain;
akan tetapi justru memperkuat satu dengan yang lain.
Oleh sebab itu kondisi saat ini ada
beberapa hal yang perlu kita perhatikan; pertama, bahwa generasi sekarang ini hanya
mengenal sejarah perjuangan bangsanya, mereka tidak merasakan suasana batin
dari perjuangan itu. Menjadi tugas bangsa ini untuk terus menyambungkan suasana
bathin dari perjuangan bangsa ini dari generasi ke generasi. Kedua, generasi
melenial yang tersambung satu dengan lainnya melalui dawai gaget; memerlukan
informasi yang cepat dan akurat, oleh sebab itu Departemen Penerangan yang pada
jaman Gus Dur dilikuidasi, dan terakhir ini perannya digantikan oleh Kominfo;
tampaknya perlu mendapatkan tugas yang diperluas; antara lain melakukan
penyebaran informasi yang benar menyeluruh dan cepat. Juru warta yang ada di
Kominfo harus lebih berperan aktif lagi untuk meluruskan informasi yang tidak
benar. Ketiga, mengingat siapapun sekarang ini bisa menjadi Juru Warta melalui
media daring, maka, peran aktif dari unsur terkait harus selalu melakukan
koordinasi guna memberikan penyuluhan tata etika di dunia maya; agar
pelanggaran perilaku di dunia maya bisa diminimalisir.
Penyelamatan negara dari pembusukan dari
dalam; adalah sesuatu yang harus kita lakukan, dan ini merupakan tugas semua
warga negara. Anasir-anasir yang dapat menjadi pemicu terjadinya pembusukan,
harus sudah diantisipasi jauh-jauh hari. Di samping tugas keinteligennan
sebagai pengendus awal dalam menemukenali potensi destruktif ini. Justru ada
juga hal lain yang harus kita lakukan, yaitu melalui instrumen pendidikan.
Pendidikan formal dirasa sudah cukup untuk menjaga, dan memelihara agar tidak
terjadi pembusukan dari dalam. Namun pendidikan non-formal dan in-formal;
tampaknya diperlukan penguatan kembali.
Tugas preventif yang melekat pada dunia
pendidikan, terutama pendidikan non-formal dan in-formal, belum tergarap dengan
baik. Sehingga banyak hal yang seharusnya sudah tersentuh, masih terabaikan;
sebagai contoh lembaga Karang Taruna, kelompok kerja pemuda pedesaan, dan lain
sebagainya, disentuh jika ada lomba mendekati even-even penting saja. Sementara
kelestariannya tidak begitu tergarap dengan apik.
Lembaga-lembaga non-formal ini seolah
disentuh jika kita butuh, dibuang jika kita menang. Nasib kelembagaan serupa
ini seyogyanya menjadi perhatian semua pihak, baik pemerintah tingkat dua,
provinsi, maupun pusat. Bentuk perhatain bukan hanya pemberian anggaran, akan
tetapi lebih pada kelestarian dan keberlangsungan dari kelembagaan ini. Namun
demikian ada yang perlu diingat pengelolaan lembaga ini jangan dikaitkan dengan
partisan politik tertentu; karena sentuhan dana bisa rawan dengan aspek
dukung-mendukung terhadap kepentingan politik praktis. Bendera partisan aliran
kepartaian, pengkultusan individu untuk berebut pengaruh pada kaum muda, akan
menjadikan lembaga ini layu sebelum berkembang; bahkan kita bak memutar kain
sarung karena ingin mencari ujung.
Mudah-mudahan mimpi sebelum tidur ini
mengingatkan kita semua untuk menjaga, memelihara, mengisi dan melestarikan
Republik Indonesia ini dari masa kemasa. Perlu menjadi perenungan, dengan
keterbatasan pada masa itu Majapahit bisa tetap berdiri kokoh selama lebih 500
tahun, Sriwijaya mampu hidup dibumi Nusantara ini lebih dari 400 tahun.
Republik Indonesia baru akan berusia satu abad nanti pada tahun 2045.
Majapahit pernah goyah karena pemberontakan
Nambi, pemberontaka Kutti, pemberontakan Ranggalawe. Sriwijaya pernah goyah
karena pergolakan politik di dalam Wangsa Syailendra. Republik Indonesia pernah
bergejolak karena serangkaian pemberontakan, dari NII, DI-TII, Permesta,
G30S/PKI, dan riak-riak kecil lainnya seperti Petrus, Operasi Mawar, dan
lainnya lagi. Namun semua itu semacam proses pendewasaan bangsa untuk mencapai
keparipurnaan.
Oleh sebab itu mari kita berfikir jernih,
untuk selalu mendahulukan kepentingan bangsa ini. Negara Kesatuan Republik
Indonesia ini dibangun bukan oleh golongan tertentu, agama tertentu, orang
tertentu. Akan tetapi dibangun oleh Kebhihinekaan yang Eka ; keberagaman untuk
mencapai satu cita-cita bersama yaitu INDONESIA MERDEKA.
MestiQQ Adalah perusahaan judi online KELAS DUNIA ber-grade A
BalasHapusSudah saatnya Pencinta POKER Bergabung bersama kami dengan Pemain - Pemain RATING-A
Hanya dengan MINIMAL DEPOSIT RP. 10.000 anda sudah bisa bermain di semua games.
Kini terdapat 8 permainan yang hanya menggunakan 1 User ID & hanya dalam 1 website.
( POKER, DOMINO99, ADU-Q, BANDAR POKER, BANDARQ, CAPSA SUSUN, SAKONG ONLINE, BANDAR66 )
PROSES DEPOSIT DAN WITHDRAWAL CEPAT Dan AMAN TIDAK LEBIH DARI 2 MENIT.
100% tanpa robot, 100% Player VS Player.
Live Chat Online 24 Jam Dan Dilayani Oleh Customer Service Profesional.
Segera DAFTARKAN diri anda dan Coba keberuntungan anda bersama MestiQQ
** Register/Pendaftaran : WWW-MestiQQ-POKER
Jadilah Milionare Sekarang Juga Hanya di MestiQQ ^^
Untuk Informasi lebih lanjut silahkan Hubungi Customer Service kami :
BBM : 2C2EC3A3
WA: +855966531715
SKYPE : mestiqqcom@gmail.com