Oleh : Sudjarwo
Profesor ilmu-Ilmu Sosial di FKIP Unila
Ditengah-tengah memimpin diskusi Kuliah
Pascasarjana Pagi itu telpon tangan bergetar; ada nomor tidak dikenal masuk,
agak sedikit ragu untuk mengankatnya, karena jaman sekarang kehatihatian adalah
cara yang paling baik, namun untuk ini naluri berkata lain sambunganpun
terhubung; ternyata diseberang sana sohib jurnalis mengucapkan salam Selamat
Hari Guru. Bersamaan itu pula ada rombongan mahasiswa Pascasarjana dari Program
Studi yang mengikuti matakuliah Filsafat Ilmu maju kemuka membawa buket bunga
dan satu buah Choklat merek tertentu memberikan dan berucap Selamat Hari Guru
sang Profesor.
Haru juga rasanya, meminjam istilah sahabat
dari Utara kondisi ini disebutnya “seru-seru Sendu” sebagai teman kalimat
“ngeri-ngeri sedap”. Terbersit cerita jagad pewayangan di kelir itu ada tokoh
diberi nama “Bethara Guru” yaitu rajanya para dewa. Semua dewa atas perintahnya
melakukan semua pekerjaannya, termasuk Bathara Gana, atau lebih dikenal Ganesa yang ditugasi menjaga ilmu pengetahuan.
Rasanya tersiram air sejuk mendapatkan ucapan selamat seperti di atas.
Menjadikan tangan ini gatal untuk berbagi isi otak ini kepada khalayak.
Terlepas dari cerita rekaan para pujangga;
ternyata peran Bethara Guru itu sekarang diambil alih oleh Google. Pada laman ini
semua ada dan boleh diminta kapan saja tentang apa saja, oleh siapa saja. Laman
ini ramah; semua yang diminta dari yang paling baik sampai yang paling jelek,
sudah tersedia dan swalayan alias ambil sendiri. Karena kebaikannya inilah
membuat Kementerian Komunikasi dan Informasi menjadi kalang kabut, atas nama
moral sampai dibuat program penapisan guna tidak semua informasi yang dimiliki
laman Google dapat diakses. Jadi tidaklah salah jika raja kayangan diberi nama
Bathara Guru; maka Google kita sementara beri nama Mbah Google.
Relasi antara Google dan Guru ternyata saat
ini menjadi sangat mesra; demikian juga dengan para mahasiswa. Betapa banyak
Mahasiswa membuat makalah, thesis, bahkan disertasi; sering tidak malu-malu
mengcopy paste isi perut Google dengan tanpa dosa tidak menyebut sumber.Untuk
kelakuan ini, Mbah Google tidak pernah marah, protes dan atau sebangsanya. Di
samping itu saat yang bersamaan betapa banyaknya guru meminta pertolongan
google untuk mencarikan bahan
pembelajaran guna kelengkapan matapelajaran
yang diampunya, dan tidak jarang ada diantara mereka yang tidak malu-malu mengclaim itu hasil
pikiran dan temuannya.
Sisi lain Google juga begitu bermurah hati
karena dengan sukarela dia mau menggantikan peran guru yang malas membuka buku,
untuk dapat memanfaatkannya. Bahkan google pun tidak merasa berdosa jika ada
murid yang mendahului kegesitan guru dalam mengakses ilmu melalui lamannya.
Pada kondisi ini peran guru sebenarnya
menjadi begitu central. Tidak salah jika pemerintah setiap tahun sudah
menggelontorkan dana triliunan rupiah, guna membayar dana sertifikasi untuk
para guru. Dengan harapan guru yang telah dibekali dengan tunjangan sertifikasi;
akan menunjukkan kinerja yang lebih baik.
Sisa pertanyaan yang ada adalah berapa
persen tunjangan sertifikasi yang guru terima dimanfaatkan guna membeli
perangkat pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.
Berapa persen tunjangan sertifikasi guru digunakan untuk upaya diri
meningkatkan kualitas diri melalui jenjang pendidikan.
Kondisi ini diperparah lagi oleh
teman-teman Jurnalis yang sering salah berita. Penerimaan Tunjangan Sertfikasi
beritanya begitu besar dan membahana, namun berita pemanfaatan dana tunjangan
sertifikasi untuk kepentingan peningkatan diri dan melengkapi media
pembelajaran, yang seharusnya dilakukan oleh guru; ternyata teman Jurnalis lupa
menulis. Sehingga yang terjadi guru lebih tertarik membaca judul dari pada isi.
Mendidik generasi melenial seperti sekarang
tantangannya sebenarnya cukup berat bagi guru. Generasi sekarang sudah amat
sangat familiar dengan produk Teknologi; terutama teknologi digital. Mereka
merupakan generasi “bisu” yang selalu berbicara. Bisu dalam arti sangat jarang
menggunakan organ mulutnya untuk bicara, tetapi mereka tetap bicara melalui
ujung jarinya. Oleh karena itu kita sering berjumpa dengan murid dalam
tatabicara sangat tidak beraturan, namun dalam tatatulis sangat baik dan
santun.
Penguasaan teknologi digital sekarang ini,
yang sudah merambah ke kelas-kelas pembelajaran di sekolah; menjadikan guru
dalam mengelola kelas menjadi berhadapan dengan pisau bermata dua. Satu sisi
menguntungkan dan memudahkan; karena informasi apapun kita bisa mengarahkan
untuk menggunakan laman digital, termasuk Google. Namun pada sisi lain
menjadikan guru harus bersiap menjadi orang yang dinomor duakan setelah laman
digital, termasuk Google. Oleh sebab itu tidaklah salah jika sekarang
kehati-hatian kita dalam kehidupan dunia yang semula dihadapkan pada Harta,
Tahta, dan Wanita; sekarang bertambah satu lagi Pulsa. Karena tanpa Pulsa kita
seolah berada pada rimba keterasingan.
Pergeseran luar biasa terjadi; yang semula
Guru merupakan sumber belajar utama; justru sekarang laman digital menjadi
sumber belajar terpercaya. Kondisi ini seharusnya membuat guru semakin
menyadari, bahwa kehadirannya dimuka kelas bisa terabaikan, jika dirinya tidak
selalu mengupgrade kemampuan pembelajarannya. Karena peran sebagai sumber
belajar yang selama ini melekat pada dirinya, berangsur angsur sekarang diambil
alih oleh laman digital.
Namun perlu disadari ada satu peran yang
melekat pada guru tidak tergantikan oleh produk teknologi; yaitu peran
mendidiknya. Peran mengajar kita akui semakin hari semakin tergerus, namun
peran mendidik, tidak akan mungkin mampu tergantikan. Mendidik sebagai aspek
laku kepribadian hanya ada pada guru.
Peran mendidik yang lebih banyak
menampilkan perilaku utama pada manusia yang berprofesi guru, maka tidaklah
salah jika pada negara-negara tertentu, sekalipun telah maju, namun
penghormatan pada guru tetap tinggi; bahkan cenderung memberlakukannya sebagai
“manusia setengah dewa”.
Untuk negara yang berdasarkan pada
Pancasila seperti Indonesia ini; memang tidaklah harus “mendewakan Guru”; namun
paling tidak mendahulukan selangkah, meninggikan seranting, kepada guru adalah
sesuatu yang bersifat wajar. Tinggal berpulang kepada gurunya, mampukah dia
berperan sebagai pendidik paripurna untuk generasinya.
Mampukah guru untuk tidak masuk pada
golongan orang yang “lampu sainnya ke kiri, beloknya ke kanan”, atau “musiknya melayu, tarinya keroncong”.
Tetapi menjadi golongan manusia yang “ Ing Ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun
karso, Tut wuri handayani”; seperti yang
digadang oleh Suwardi Suryaningrat sebagai nama kecilnya Ky.Hajar Dewantara .
Guru masa kini sudah sangat diperhatikan
oleh pemerintah dengan pemberian Tunjangan Sertifikasi, ataupun jenis lain
namanya; dan pensyaratan menjadi guru
yang cukup berat guna menjaga marwah dan kualitas guru. Pertanyaan yang tersisa
apakah guru sebagai manusia terpilih
tadi mampu memberikan yang terbaik yang ada pada dirinya untuk generasi
mendatang bangsa ini. Adalah sisa persoalan yang hanya guru yang harus
menjawabnya.
Orgaanisasi guru sudah beragam adanya,
tidak ada lagi pengkotakkan guru pada satu tambora besar; pilihan untuk
“menjadi” sudah sangat terbuka dan kebebasan mutlah diberikan kepada guru.
Tinggal kecerdasan guru sekarang dituntut, apakah dirinya mau menjadi profesional
atau partisan. Kalau pilihannya pada profesional, maka sudah selayaknya sekian
persen dari tunjangan sertifikasi yang diterima dijadikan modal dasar
meningkatkan kualitas diri dan pengembangan diri secara maksimal. Sebaliknya
jika pilihannya partisan; maka organisasi politik menanti anda. Tinggal memilih
apakah anda tetap ingin menjadi “sumber ilmu”, atau beralih menjadi “sumber ngelmu”.
Karena keduanya secara ontologi sangat berbeda maqomnya.
Keberpihakan jaman kepada guru akan terus
berlanjut. Pada jaman lalu, guru menjadi kuda Troya bagi penguasa. Kooptasi
politik pada guru begitu masib, guna mempertahankan kekuasaan, guru dijadikan
kendaraan politik. Masa tirani itu sudah berakhir; sekarang kemerdekaan anda
hirup dan nikmati. Tinggal bagaimana Guru membawa berkah itu untuk tidak
menjadi petaka.
Selamat Hari Guru, namamu tidak usal
dikenal karena memang sudah terkenal. Namamu tidak usah dikenang, karena memang
bukan kenangan. Keberadaanmu menembus batas ruang dan waktu serta jaman. Tidak
ada waktu yang tidak memerlukan guru, tidak ada jaman yang tanpa guru. Tidak
ada kata “bekas” pada guru karena ruang bagi guru sebagai sesuatu yang
unlimeted. Semoga Indonesia tetap jaya dimasa
depan menyamai keemasan Majapahit dan Sriwijaya.
MestiQQ Adalah perusahaan judi online KELAS DUNIA ber-grade A
BalasHapusSudah saatnya Pencinta POKER Bergabung bersama kami dengan Pemain - Pemain RATING-A
Hanya dengan MINIMAL DEPOSIT RP. 10.000 anda sudah bisa bermain di semua games.
Kini terdapat 8 permainan yang hanya menggunakan 1 User ID & hanya dalam 1 website.
( POKER, DOMINO99, ADU-Q, BANDAR POKER, BANDARQ, CAPSA SUSUN, SAKONG ONLINE, BANDAR66 )
PROSES DEPOSIT DAN WITHDRAWAL CEPAT Dan AMAN TIDAK LEBIH DARI 2 MENIT.
100% tanpa robot, 100% Player VS Player.
Live Chat Online 24 Jam Dan Dilayani Oleh Customer Service Profesional.
Segera DAFTARKAN diri anda dan Coba keberuntungan anda bersama MestiQQ
** Register/Pendaftaran : WWW-MestiQQ-POKER
Jadilah Milionare Sekarang Juga Hanya di MestiQQ ^^
Untuk Informasi lebih lanjut silahkan Hubungi Customer Service kami :
BBM : 2C2EC3A3
WA: +855966531715
SKYPE : mestiqqcom@gmail.com