Pada saat menjelang subuh di awal bulan
Juli tahun ini, terjadi peristiwa luar biasa bagi penulis, yaitu mengantarkan
kepergian untuk selamanya orang yang sudah tiga puluh empat tahun lebih
mendampingi perjalanan hidup. Kenangan peristiwa masa lalu itu muncul bagai
putaran kembali compact disc kehidupan. Satu demi satu bagai arakan awan
melintas dihamparan kenangan, Ternyata waktu dunia yang panjang itu jika
direkam dalam CD kehidupan menjadi begitu singkat dan sangat pendek sekali.
Namun ada satu tujuan pasti yaitu “kembali”. Saat itu kesadaran manusiawi
tumbuh yang terkasih tadi bukan pergi, akan tetapi kembali, kembali menuju
rumah keabadian, rumah dia, saya, anda, dan kita semua.
Ada bentang pembelajaran di sana, sebagai
manusia kita disadarkan akan keterbatasan, baik menyangkut upaya, doa, dan
usaha. Semua akan berujung kepada “kepastian” (Jawa: Pepesthen) yang ini adalah
milik Maha Pencipta. Apapun upaya dilakukan jika garis finis itu sudah
dikibarkan, maka tidak ada satupun yang mampu menggesernya. Walau hanya dalam
geseran inci, detik pada waktu, dan apalagi namanya.
Hiruk pikuk dunia, dari theater pemilihan
gubernur, penggembosan KPK, tenggelamnya kapal di Selat Sunda, dan masih terus
mengalir peristiwa duniawi itu, sebenarnya adalah proses perjalanan kodrat dari
lakon anak manusia. Bungkusnya pemilihan gubernur, ternyata isinya kuasa
keilahian yang akan dipertontonkan oleh Sang Kholik, bahwa yang banyak belum
tentu menang. Jokowi dan Ahok hanyalah simbol dari suatu lintasan theater
kehidupan. Dukungan walaupun kecil, akan tetapi karena jantra sudah tertulis , maka kemenangan jatuh pada mereka.
Penggembosan KPK juga theater kehidupan yang
ingin dipertontonkan kepada kita bahwa di dunia ini untuk menegakkan yang benar
itu tidak mudah. Pemeo “yang haram saja sulit, apalagi yang halal” seolah ingin ditampilkan di muka kita
semua. Peristiwa ini pernah di sanggit oleh para sastrawan besar masa lalu
bagaimana clan Kurawa membuat pembohongan publik dengan membakar Balai tempat
bersenang senang agar clan Pandawa mati terbakar. Sekali lagi peristiwa
keilahian ini sedang berlangsung dimuka kita semua, tinggal bagaimana kita
mencermati, menyikapi, kemudian mengambil posisi.
Tenggelamnya kapal karena tabrakan antarkapal
ditengah laut, juga menyisakan tontonan keilahian, bagaimana perjuangan orang
orang kecil untuk mencari hidup ditengah himpitan kekuasaan dan pemilik modal.
Mereka seolah tak berdaya karena tidak ada yang peduli pada derita mereka.
Pemimpin nasional sekalipun, hanya mampu berkata “lakukan investigasi”. Padahal
orang orang kecil itu tidak butuh ucapan, akan tetapi lebih pada perbuatan.
Peristiwa peristiwa kehidupan di atas akan
terus berjalan sesuai dengan tulisan lakon dari Yang Maha Esa, hanya
bagaimanapun haru birunya kehidupan, telah disiapkan untuk kita semua yaitu
rumah untuk kembali. Peringatan dini untuk mencari hikma dari suatu peristiwa,
adalah merupakan kearifan pribadi guna mencari ridho illahi.
Empat suratan yang sudah terpateri dan
tidak dapat diganti, yaitu jodoh, rezki, balak dan maut adalah kuasa keilahian.
Kita hanya bersiap untuk menyongsong kehadirannya. Apapun upaya pengingkaran
terhadap sesuatu, tetapi itu adalah ketentuan lakon yang harus kita perankan
harus seperti itu, maka kita tidak dapat menghindari.
Demikian juga mengelola negara ini, upaya
apapun harus dilakukan oleh seluruh anak negeri agar negara tetap kokoh
berdiri. Hanya saja ketentuan keilahian lah yang dapat memutus apakah nasibnya
republik ini sama dengan Kerajaan Mataram, Majapahit, atau Sriwijaya. Atau
hanya seumur Singosari saja. Semua berpulang kepada kita semua sebagai pelaku
sejarah.
Para pendahulu sudah memberikan torehan
garis hidupnya. Kita generasi berikut tinggal meniti dan merajut jalan yang
telah dirintis. Beliau beliau pendiri bangsa ini akan tersenyum di rumah masa
depannya, manakala kita semua mampu meneruskan apa yang telah mereka perbuat
untuk negeri ini. Sebaliknya akan bersedih jika kita semua mengingkari apa yang
telah kita sepakati.
Kita
tidak akan dapat menyetop meluncurnya kodrat, memberhentikan putaran nasib.
Semua sudah tertulis dan tertata. Pengingkaran terhadap semua itu akan
menjadikan pekerjaan sia sia belaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar