Harta Yang Paling Berharga nan Mulia Adalah Ilmu

Kamis, 11 April 2013

MARGARET THATCHER VS SARI ASIH




Pada hari  senin, 8 April 2013 siang waktu setempat diberitakan meninggal dunia di London Inggris. Wanit yang diberi gelar oleh Uni Soviet “Wanita Besi” ini meninggalkan sejumlah kenangan pembelajaran. Penulis tidak pernah ketemu, mengenal, apalagi berkorespondensi dengan Ibu Thatcher. Beliau sebagai wanita yang berhati baja itu banyak memberikan inspirasi kepada banyak pihak di dunia ini, terutama para mereka yang berjiwa pemimpin. Sepak terjang beliau kadang kontroversi, tetapi dengan keyakinan penuh, maju terus demi Inggris Raya. Perang Malvinas beliau “pandegani”, kasus Irlandia Utara beliau tantang, sekalipun Hotel milih pribadi beliau jadi sasaran Bom.
Namun pada hari yang sama di ujung Provinsi Lampung ini, tepatnya di Kabupaten Way Kanan, ada peristiwa ironis, seorang guru SD bernama Sari Asih berhadapan dengan meja pengandilan karena dalam mendidik muridnya diadukan Orang Tua anak, karena mencubit. Sari Asih bukan Thatcher, dan pasti juga tidak kenal dengan Thatcher. Tetapi ada kesamaan keduanya ialah kesamaan keyakinan bahwa untuk mewujudkan yang terbaik itu perlu pengorbanan.


Pada ajaran lama, seorang tokoh pendidikan bernama Langveld mengatakan bahwa hukuman itu adalah bagian dari proses pendidikan. Saya juga jadi ingat pada waktu sekolah di Sekolah Rakyat, setiap pulang sekolah harus menunjukkan “ponten” yang diperoleh hari itu kepada Orang Tua. Jika Matapelajaran Berhitung memiliki kesalahan tiga, maka tangan dicampuk rotan tiga kali oleh Orang Tua Penulis. Demikain juga waktu mengaji disurau, guru ngaji penulis menyiapkan rotan jika salah membaca tajwid, maka rotan melayang di punggung.

Jaman sudah beruhan, Langveld sudah lama meninggal, surau lama ditinggalkan, ponten sudah berubah menjadi nilai. Pecutan rotan berubah menjadi makian dan ejekan. Orang tua tidak lagi ihlas menyerahkan anaknya kepada guru. Gurupun sudah tidak begitu gairah tanpa sertifikasi. Lilitan persoalan menjadi benang kusut, bahkan sama dengan mencari ujung kain sarung, harus mulai dari yang mana.

Pelajaran berharga dari semua di atas adalah, pertama,  untuk pihak Dinas Pendidikan supaya menyiapkan semacam naskah perjanjian antara Orang Tua dan sekolah, agar tidak main hakim sendiri, baik kepada guru maupun orang tua murid. Kontrak sosial serupa ini memang tidak popular dan tidak lazim, akan tetapi pilihan ini harus kita ambil demi menjaga ketenangan guru dalam menjalankan profesinya. Ini dilkukan saat pendaftaran masuk sekolah untuk muris baru, dan file ini harus tersimpan rapi sebagai bagain dari arsip akademik sekolah.

 Kedua, ada pembinaan terus menerus dari Dinas Pendidikan kepada guru untuk memberikan pelatihan terjadwal tentang Dedaktik-Methodik pembelajaran di kelas. Dengan kata lain Dinas harus menganggarkan secara berkala guna meningkatkan kemampuan proses pembelajaran kepada guru. Untuk menekan biaya hal ini dapat dilakukan dengan pola Tutor Teman Sebaya, dibawah koordinasi Musyawarah Kerja Kepala Sekolah.

Ketiga, adanya peningkatan pembinaan kepada guru oleh organisasi profesi guru. Organisasi profesi itu dibentuk salah satu tugas pokoknya adalah memfasilitasi seluruh persoalan pendidikan yang digeluti oleh guru.

Keempat, Dewan Kehormatan yang menjaga pelaksanaan Kode Etik Guru, secara terus menerus melakukan sosialisasi kepada semua pemangku kepentingan untuk memahami tugas pokok lembaga ini. Dengan harapan jika ada persoalan-persoalan berkaitan dengan kinerja guru yang berhubungan langsung maupun tidak langsung kepada penyelenggaraan pendidikan, dapat dicarikan solusi bersama. Termasuk yang berkaitan dengan pelanggaran hukum normatif di dalam dunia pendidikan.

Demikian dua peristiwa yang tidak ada kaitannya, ternyata memiliki kesamaan dalam mencapai misi kemanusiaan. Selamat jalan Ibu  MARGARET THATCHER, semoga amal mu menjadi bekalmu, Selamat berjuan Ibu Sari Asih, doaku menyertaimu, semoga bangsa ini menjadi arif dalam melihat dunia pendidikan, termasuk Pak Polisi, Pak Hakim, dan Pak Jaksa. Tulisan ini bukan untuk mengintervensi hukum yang Bapak tegakkan, akan tetapi dimensi lain dari sisi kehidupan yang penuh warna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar