foto : lampung.tribunnews.com |
Membaca
berita di beberapa harian terbitan Lampung berkaitan dengan pembuangan orang
sakit yang dilakukan lembaga yang seharusnya mengurus orang sakit. Ini
menjadikan bulu roma berdiri. Sudah sebegininyakah kelakuan manusia di abad
ini, dan dilakukan di Indonesia yang punya filsafat hidup Pancasila. Semenjak jaman purba rasanya di Indonesia
belum ada tercatat dalam sejarah, orang sakit di buang pinggir jalan. Dulu ada
kebiasaan masyarakat memasung orang gila. Pemasungan sendiri tetap di beri atap
dan diberi makan, serta pada waktu waktu tertentu di buka untuk dimandikan.
Sekarang hal seperti itu tidak diketemukan lagi.
Anehnya
lagi dengan alasan yang diluar nalar, dengan berargumentasi pasien mau lompat
ke luar. Padahal saksi mata menyetakan mobil ambulan yang untuk membawanya
berhenti dan menurunkan pasien. Pengingkaran semua sudah terbantahkan, tetapi
tetap saja penanggungjawab berkilah untuk menunjukkan kebenaran palsunya.
Keadaan yang luar biasa lagi justru kendaraan yang dipakai adalah kendaraan
Ambulan. Ini sudah sangat keterlaluan.
Tampaknya
ada yang tidak wajar yang melatarbelakangan peristiwa ini terjadi: Pertama,
adakah kebijakkan makro yang disusun
sebagai Standar Operasional Prosedur menghadapi orang miskin yang sakit .
Kedua, apakah perilaku tersebut merupakan perintah atasan, atau sistem yang
dibangun sebagai terkait dengan hal pertama tadi. Karena sebagai bawahan yang
merupakan tenaga kontrak jika tidak patuh terhadap atasan, maka kontrak akan
diputus. Akhirnya semua perintah atasan dianggap perintah dewa.
Kejahatan
kemanusiaan yang terstruktur serupa ini menjadikan kita miris melihat lembaga
ini ke depan. Perlu ada penangan khusus agar jangan menjadi preseden buruk
dikemudian hari. Ada sejumlah langkah langkah strategis yang perlu diambil oleh
pengambil kebijakkan, dan kontrol dari Dewan Perwakilan Rakyat. Kita semua
harus berterimakasih ada wartawan yang mewartakan peristiwa ini, jika tidak,
mungkin cara cara keji ini akan terus berlanjut.
Persoalan
pertama adalah bagaimana membangun data base untuk pasien miskin yang dapat
diakses oleh Pimpinan Daerah sebagai bentuk mekanisme kontrol. Ini diperlukan
jangan sampai peristiwa apapun dikaitkan dengan kepentingan politik praktis.
Tidak perlu terjadi pimpinan daerah merasa dizolimi secara politik karena yang
bersangkutan mencalonkan diri pada jabatan tertentu. Bahkan seolah-olah
merasakan itu muatan politik untuk menjegalnya.
Kedua,
ada mekanisme terbuka tentang pelayanan kesehatan bagi masyarakat kurang
beruntung dalam arti mudah di akses. Hal ini menjadikan kontrol sosial lebih
mudah dilakukan. Program yang baik tanpa didukung oleh sistem keterbukaan,
tidak mungkin diperoleh suatu keberhasilan yang menyeluruh.
Kejahatan
kemanusiaan serupa ini perlu cepat diambil alih oleh aparat hukum, tidak perlu
menunggu laporan dari keluarga korban, mengingat dampak kejahatan ini luar
biasa, maka sanksi berat harus dikenakan.
Selanjutnya
tugas belum selesai, kepada teman teman pewarta mohon tidak berhenti dan
berpuas diri sampai di sini. Pekerjaan lain menanti kita, terutama berkaitan
dengan pelayanan pada kaum kurang beruntung. Selama ini banyak diantara kita
abai terhadap mereka, termasuk perhatian para pengambil kebijakkan. Mereka
disibukkan dengan urusan administrasi, akibatnya esensi pelayanan sering
terabaikan. Baru kelompok ini mendapat perhatian jika kepentingan politik
menghampiri mereka untuk dijual.
Khusus untuk para pengambil
kebijakkan tidak perlu kebakaran jenggot dalam menghadapi kasus ini, cukup
dengan professional dan tidak perlu menerima tawaran konsesi dalam bentuk
apapun. Jika itu terjadi berarti kita memberi restu terhadap kejahatan
kemanusiaan berlangsung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar