DI DEPAN TEMBOK DI BELAKANG JURANG
Sudjarwo
Guru Besar FKIP Unila
Guru Besar FKIP Unila
Pada satu episode
perang Alengkadiraja; Prabu Dasamuka sedang gundahgulana karena semua Senapati
Perang terbaiknya habis ludes sirna ditangan senapati Prabu Rama dari Ayodya
yang hanya wujud kera yaitu Hanoman. Ditengah kerisauannya Sang Prabu ingat akan
adiknya seorang raksasa yang sedang bertapa tidur yaitu Kumbakarna. Beliau bergegas
menjumpai sang adik dengan membawa makanan lezat kesukaannya. Singkat kata Sang
Kumbakarna terbangun dan menyantap semua makanan yang dibawa oleh abangnya. Setelah
itu beliau diminta maju perang melawan Prabu Ramawijaya. Kumbakarna saat itu
seperti berdiri dimukanya ada tembok mau surut, ternyata dibelakangnya ada
jurang. Bagaimana tidak; jika Kumbakarna maju perang membela abangnya; berarti
dia membela keangkaramurkaan; sedangkan itu bukan sifat satria yang dia
inginkan; sebaliknya jika dia tidak mau, berarti Kumbakarna satria penakut
karena menolak untuk berperang membela negaranya yang diinjak-injak oleh bangsa
lain.
Ilustrasi di atas menunjukkan
bagaimana seseorang dihadapkan pada pilihan sangat sulit, pada satu sisi ada blok yang menghalang semntara jika mundur,
akan hancur. Kondisi ini cukup banyak dihadapi oleh calon kepala daerah yang
akan maju bertarung pada medan laga pemilihan kepala daerah. Menjadi ironis
bahwa mereka semua tersandung dengan “didatangi KPK tanpa undangan” dan menjadi
menyedihkan hampir semua terkena operasi tangkap tangan, sehingga baju warna
oranye yang tidak mereka pesan sebelumnya, harus mereka pakai.
Jika yang bersangkutan
tetap maju; apapun pertimbangan rasionalnya; kognitif map kolektif masyarakat
sudah terbentuk dan terbangun kearah yang kurang menguntungkan. Sementara jika
mundur; hal itu tidak mungkin dilakukan, karena peraturan sudah mengatakan jika
seseorang sudah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum untuk maju sebagai Calon
Kepala Daerah, tidak diperkenankan mundur dengan alasan apapun.
Batu sandungan yang begitu
besar ini membuat Sang Calon betul-betul pada posisi yang super sulit. Jika
pilihannya terus maju, tentu ongkos
sosial dan material harus disiapkan; dan jika ini diteruskan; maka sama halnya
dengan menembakkan senjata ke udara; alih-alih bisa terjadi peluru akan
berbalik mengenai diri sendiri.
Sebaliknya Jika mundur
dari pencalonan dengan segala upaya apapun; maka ini berarti membenarkan asumsi
yang terbangun pada image masyarakat bahwa yang bersangkutan benar melakukan
pelanggaran yang disangkakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Tentu hal ini
sangat merugikan bagi pribadi yang bersangkutaan sampai kapanpun.
Posisi delematik ini
secara hukum tampaknya ada celah yang harus diatur kelak dikemudian hari;
supaya kekosongan ini tidak membuat seseorang calon berada pada posisi
yang serba salah, atau paling tidak
menjadi wilayah abu-abu.
Kajian tulisan ini
tidak pada wilayah itu, karena di samping penulis bukan ahli masalah
hukum, juga masalah seperti itu tidak
akan selesai dengan satu episode tulisan. Harus memerlukan kajian yang cukup
mendalam dan konfregensif, sehingga akan ditemukan jalan keluar yang elegan.
Kajian ini hanya akan
mengulas sedikit dari aspek sosiokultural terhadap orang atau golongan yang
berada pada posisi delematis tadi. Mengapa juga termasuk golongan, hal ini
disebabkan karena menghadapi tahun politik yang ditandai dengan pemilihan
kepala daerah serentak dihampir seluruh Indonesia, serta berujung pada
pemilihan presiden; maka tidak jarang satu dua golongan dalam masyarakat,
apakah itu organisasi sosial kemasyarakatan, organisasi politik, dapat saja
terjebak pada kondisional seperti di
atas.
Pada posisi seperti di
atas; jika itu terkena pada individu; maka diperlukan perhitungan-perhitungan
cermat dan cerdas untuk menghadapi dan menyelesaikannya. Tindakan-tindakan yang
irasional bahkan emosional, justru akan menyeret yang bersangkutan pada pusaran
psikologis yang dapat mengganggu keseimbangan emosi dan kepribadian.
Masih segar dalam
ingatan kita seorang Kepala Daerah agak sedikit terganggu Psikologisnya pada
waktu pencalonan mengalami kekalahan, sehingga hanya menggunakan pakaian
seadanya berjalan ditepi sungai tanpa dia sadari. Pukulan paling telak yang
beliau rasakana bukan hanya kekalahan mencalonkan diri menjadi Kepala Daerah;
akan tetapi saat yang bersamaan ditinggal minggat oleh orang yang dia cintai
didunia ini yaitu istrinya. Kondisi dimana kita memerlukan orang lain untuk
berbagi; ternyata harus dijalani sendiri; hal ini merupakan suatu pukulan telak
bagi seseorang; yang memerlukan ektra kesabaran dan ektra ketangguhan dalam
menghadapi kehidupan.
Sejujurnya kita katakan
bahwa sebenarnya hampir semua kita pernah menghadapi situasi delematis seperti
ini dalam perjalanan hidup kita. Justru kondisi-kondisi inilah yang menjadikan
kita semakin dewasa, dan semakin arief dalam menjalani dan menyikapi hidup. Pilihan-pilihan
sulit ini yang bisa kita lakukan adalah dengan penyelesaian religius dari apa
yang dianut oleh yang bersangkutan. Dalam agama islam sudah dituntunkan jika
kita mengalami kondisi seperti ini ada dua hal yang harus kita lakukan ialah
Sholat dan bersabar. Kedua tuntunan tadi dapat dijadikan media ketenangan jiwa
dan kepasrahan kepada kodrat keilahian.
Menjadi rumit dan pelik
justru jika itu menimpa organisasi massa atau organisasi politik. Karena ini
menyangkut hajat hidup orang banyak; tidak pelak justru yang terjadi adalah
munculnya kelompok pro dan kontra, dari apa yang disikapi oleh pemimpinnya.
Organisasi sosial/politik tidak terhitung banyaknya di Indonesia; manakalah
berhadapan dengan kondisi ini dapat diprediksi yang terjadi adalah konflik
internal dan tidak jarang ujungnya adalah munculnya sempalan baru organisasi
baru.
Kondisi organisasi yang
serupa itu sangat memerlukan seorang pemimpin yang kuat, dalam arti memiliki
ketangguhan dalam memimpin. Harus jeli dalam berperhitungan, dan harus mampu
memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Sehingga mampu menjadi
perekat bagi semua elemen yang ada dalam organisasi
Solusi yang ditawarkan
pada situasi serupa ini tentu sangat kasuistis, tidak bisa diberikan secara
General. Namun sebagai bahan renungan alternatif ialah pendekatan religius
lebih memberikan jaminan akan ketenangan jiwa. Apapun keyakinan seseorang akan
garis hidup; maka sebenarnya sebelum kita lahir didunia ini, ada kontrak sosial
yang kita setujui dihadapan Sang Kholik untuk kita selesaikan dan
pertanggungjawabkan nanti di Padang Pengadilan Hakiki.
Selamat berjuang para
pejuang demokrasi untuk mengikuti Pilkada; karena keberadaan anda roda jantra
pada negara ini berputar. Pesan kami bersiaplah karena putaran roda itu hanya
memberikan dua peluang; Peluang pertama, anda sebagai pemenang, peluang kedua anda
sebagai pihak yang kalah; namun roda itu akan terus berputar melindas anda ,
baik sebagai pemenang atau sebagai yang kalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar