SEMAR NGEJOWANTAH
Oleh : Sudjarwo
Guru Besar FKIP Universitas Lampung
Semar adalah tokoh pewayangan rekaan para winasis
nusantara jaman dulu; sepotong referensi menyebutkan bahwa salah satu tugas
dari Semar adalah mencari bibit bibit unggul untuk memimpin umat manusia. Dalam
kitab Babad Tanah Jawi diceritakan bahwa Semar terlahir dengan nama Sang Hyang
Ismoyo, putra Sang Hyang Tunggal, ditugaskan turun ke bumi menjadi Guru Sejati;
yaitu gurunya para Satria dan para Raja.
Semar Bodronoyo pun ngejowantah (turun ke bumi). Ditampilkan sebagai
sosok yang sangat arif dan bijaksana. Ia dikenal sebagai Kiai Lurah Semar
Bodronoyo. Menjadi bapak dari anak-anak angkatnya dalam Punakawan, yaitu
Gareng, Petruk dan Bagong. Falsafat hidup yang Semar ajarkan adalah Ojo keminter mundak keblinger, Ojo cidro
mundak ciloko terjemahan bebasnya
adalah Jangan merasa paling pandai agar tak salah arah, Jangan suka berbuat
curang agar tidak celaka.
Tokoh imajinatif ini dalam dunia pewayangan menjadi tokoh sentral yang
selalu disegani sekaligus ditakuti. Baik pewayangan gagrak (model) Yogjakarta,
Surakarta, Banyumasan, Surabayan, maupun Wayang Golek Sunda, semua menokohkan
Semar sebagai “dewa berbadan manusia”;
oleh karena itu sifat-sifat kedewaan melekat pada dirinya.
Apa yang
terkandung dalam ajaran budi yang digagas para Pujangga Jawa (baca: Nusantara)
saat itu adalah ajaran luhur untuk manusia agar selalu mengutamakan berbuat
baik. Perbuatan baik seperti tersebut dimaknai dengan tidak merugikan orang
lain. Tuntutan ini menjadi lebih tinggi
lagi jika yang bersangkutan merupakan pemimpin dari satu kaum; atau organisasi
tertentu; apalagi pimpinan negara.
Persoalannya
ialah bagaimana dan dengan cara apa mengejawantahkan ajaran tadi pada tatanan
praksis; terutama dengan kondisi dunia yang sudah tanpa sekat ini.
Mengejawantahkan dalam pengertian luas membumikan, adalah pekerjaan filosofis
yang tidak mudah menanamkannya, mengimplementasikan; bahkan mewujudkan menjadi
kebiasaan hidup.
Tantangan
penerapannya dipandang dari dua sisi yang berbeda. Sisi pertama dari individu
pelaku. Mengimplementasikan filsafat hidup yang tampak sederhana tadi; ternyata
tidak sesederhana yang diduga, karena memerlukan kematangan diri dan
introspeksi sera kontemplasi diri secara terus-menerus. Tingkat konsistensi ini
yang sering tidak mudah untuk melakukannnya. Pada akhir-akhir ini kita melihat
bagaimana tingkat konsistensi ini menampilkan hal yang paradok. Ada tokoh yang
semula kita agungkan karena jasanya, justru pada penghujung lakon saat ini
menjadi pribadi yang memuakkan. Akhirnya kita menjadi tidak simpati bahkan
kasihan kepada yang bersangkutan. Ada tokoh yang semula tidak pernah
menampakkan keunggulan, bahkan nyaris biasa-biasa saja. Namun dipenghujung
laku, yang bersangkutan menunjukkan ketokohannya.
Sisi kedua dari masyarakat
dimana pelaku berada; maksudnya ialah pada kondisi melinial serupa sekarang
ini, dimana informasi menjadi begitu sangat terbuka, maka nilai-nilai tata
krama kesopanan menjadi sangat longgar. Akibatnya penanaman nilai-nilai luhur
menjadi tantangan tersendiri dalam menemukan metodanya.
Seperti kondisi
sekarang dimana orang sedang sibuk menjual dirinya atau kelompoknya, bahkan
tokoh imajinernya (istilah kerennya kampanye), tampak sekali norma tata krama
dan sopan santun sudah sangat jauh ditinggalkan.
Hujatan bahkan
kata-kata yang tidak patut diucapkan untuk dekade sepuluh tahun lalu; sekarang
justru menjadi hiasan layar android semua orang. Terkadang membacanya membuat
muka merah, telinga panas, seolah penulisnya orang yang tidak pernah sekolah
atau tidak berbudaya. Semua akan menjadi-jadi manakala diberi muatan atas nama
demokrasi, atas nama Hak-Hak Azazi dan atas nama kebebasan berpendapat. Tidak
perduli kebebasan itu akan mengusik kebebasan orang lain juga; sehingga terjadi
debat kusir yang ujung-ujungnya terjebak kepada saling lapor kepada pihak
berwajib karena merasa masing-masing haknya dilanggar.
Instrumen sosial
yang ada sekaraang tampaknya sedikit kewalahan dalam menampung semua gerak
sosial yang ada. Manover sosial yang dilakaukan oleh pelaku sosial; tidak
jarang berada di luar koridor sosial yang ada. Kita bisa bebas mengatakan tahun
depan kita ganti kendaraan, namun begitu ditanya kendaraannya apa, kita tidak
bisa menjawab, karena kita tidak tau memilih kendaraan. Akhirnya yang pusing
adalah dealer kendaraan; harus menyediakan kendaraan yang mana untuk konsumen
yang memerlukan perubahan kendaraan.
Hal-hal
imajinatif serupa itu sah-sah saja untuk saat ini, walaupun jika digunakan
parameter sosial yang ada agak sulit
membedakan garis pemisah antara waras dan gila. Ini menunjukkan bahwa parameter
nya yang ada sekarang perlu direkayasa ulang agar mampu menampung luberan
fenomena sosial “baru” tadi.
Sahdan seorang
pendatang baru pesan beragam makanan di salah satu Rumah Makanan Khas
Palembang; merasa tertipu pada waktu saat
makan: empek-empek, Kapal Selem, Dos, Pastel; ternyata semua adalah empek-empek
dengan beragam masakan. Sang Pendatang baru menyadari bahwa Juru Masak makanan
Palembang memiliki daya rekayasa makanan kreatif yang tinggi. Beda nama satu
rasa adalah hal yang biasa dalam tatanan kehidupan yang beragam ini.
jika itu menyangkut benda-benda, atau makanan
yang berupa fisik, persoalannya boleh dikatakan sederhana. Namun menjadi
berbeda jika itu menyangkut sesuatu yang abstrak; seperti ideologi, pandangan
hidup, falsafah hidup, pemikiran, aliran, dan gerak imajinatif tingkat tinggi
lainnya. Karena pada tataran ini manusia merasa berada pada wilayah yang
berbeda dengan manusia lainnya. Intervensi ideologis imajinatif tidak bisa
dipaksakan dengan keterwakilan simbol. Contoh menggelikan pernah terjadi pada
suatu tempat pada Pemilihan Kepala Daerah yang baru lalu; ada seorang
Nenek-nenek keluar dari bilik suara berwajah bingung; dengan menenteng kertas suara dia menuju pada
meja petugas dan berkata, Saya harus milih gambar yang mana, karena pesan yang
mengasih uang kemarin saya lupa. Untung petugas sigab dan menganggab
nenek-nenek tadi linglung, sehingga tidak perlu dikenai proses hukum.
Lelucun yang
tidak lucu di atas adalah penggambaran bagaimana intervensi ide, gagasan, atau
hal-hal yang bersifat imajinatif sering kandas karena faktor-faktor yang
melingkupi keindividualan manusia. Sangat
bisa terjadi dua orang manusia tidur di satu bantal yang sama, tetapi sedang memikirkan
sesuatu yang berbeda, bahkan mungkin paradok.
Kita bisa
bayangkan Indonesia yang memiliki jumlah penduduk duaratus limapuluh juta jiwa
kurang lebih, tentu juga memiliki duaratus limapuluh juta pemikiran yang tidak
mungkin sama. Tentu memerlukan pemimpin yang hanya Tuhan yang berkehendak untuk
memilihnya.
Intrumen sosial
yang kita buat adalah saringan-saringan sosial yang hanya memilah dan memilih
dari diantara kita. Adapun ketetapan akhir untuk siapa yang diangkat menjadi
yang terpilih, itu adalah kewenangan keilahian. Kesadaran keilahian inilah yang tampaknya
sering luput dari kalkulasi sosial manusia. Bahkan karena kepongahannya manusia
sering melanggar akan garis keilahian ini.
Romantisme
ideologis yang superlatif ini memang sangat terbuka untuk ditafsirkan, bahkan
untuk didebat sekalipun. Namun perlu diingat keterbatasan manusia akan adanya
ruang dan waktu adalah realitas nyata yang melekat dan substantif.
Sebagai manusia
kita boleh merasa bahwa sedang memerankan lakon dari alur cerita kehidupan kita
masing-masing. Namun garis perjalanan itu sudah ditetapkan oleh Yang Maha
Menetapkan, sebelum kita lahir di dunia menjadi pelaku kehidupan.
Manusia pada
hakekatnya memiliki empat kuadran kehidupan sosial, kuadran pertama
berpenampilan baik dan berprilaku baik, kuadran kedua berpenampilan buruk
berprilaku buruk, kuadran ketiga berpenampilan baik berprilaku buruk, kuadran
keempat berpenampilan buruk berprilaku baik. Pada situasi mana lompatan kuadran
terjadi, sangat tergantung bagaimana kecerdasan personal dari yang
bersangkutan. Kecerdasan personal sendiri dalam tulisan ini adalah mewakili
gabungan kecerdasan inteligensi, emosi, dan spiritual dari manusia sebagai pelaku
sosial.
Contoh-contoh
kongkrit dalam kehidupan sehari-hari dari keempat kuadran tadi dapat kita
lihat; baik dalam kehidupan nyata maupun melalui media sosial yang kita genggam
setiap saat. Tampilan keempat kuadran tadi tidak ada kaitannya dengan status
sosial seseorang, kedudukan seseorang dalam strata sosial yang ada. Bahkan
secara hipotetis dapat dikatakan bahwa keempat kuadran tadilah mewadahi
tampilan dari sifat dan watak asli manusia pada umumnya.
Tulisan ini
ditutup dengan piweling dari Pujangga
Besar Ronggowarsito yang terjemahan bebasnya adalah sebagai beikut: Menghadapi
jaman gila, tidak ikut gila tidak kebagian, ikut gila tidak tahan.
Seberuntungnya orang untung itu jika selalu ingat dan waspada.
MestiQQ Adalah perusahaan judi online KELAS DUNIA ber-grade A
BalasHapusSudah saatnya Pencinta POKER Bergabung bersama kami dengan Pemain - Pemain RATING-A
Hanya dengan MINIMAL DEPOSIT RP. 10.000 anda sudah bisa bermain di semua games.
Kini terdapat 8 permainan yang hanya menggunakan 1 User ID & hanya dalam 1 website.
( POKER, DOMINO99, ADU-Q, BANDAR POKER, BANDARQ, CAPSA SUSUN, SAKONG ONLINE, BANDAR66 )
PROSES DEPOSIT DAN WITHDRAWAL CEPAT Dan AMAN TIDAK LEBIH DARI 2 MENIT.
100% tanpa robot, 100% Player VS Player.
Live Chat Online 24 Jam Dan Dilayani Oleh Customer Service Profesional.
Segera DAFTARKAN diri anda dan Coba keberuntungan anda bersama MestiQQ
** Register/Pendaftaran : WWW-MestiQQ-POKER
Jadilah Milionare Sekarang Juga Hanya di MestiQQ ^^
Untuk Informasi lebih lanjut silahkan Hubungi Customer Service kami :
BBM : 2C2EC3A3
WA: +855966531715
SKYPE : mestiqqcom@gmail.com