Harta Yang Paling Berharga nan Mulia Adalah Ilmu

Kamis, 27 September 2018

SEMAR NGEJOWANTAH


SEMAR  NGEJOWANTAH
Oleh : Sudjarwo
Guru Besar FKIP Universitas Lampung
Semar adalah tokoh pewayangan rekaan para winasis nusantara jaman dulu; sepotong referensi menyebutkan bahwa salah satu tugas dari Semar adalah mencari bibit bibit unggul untuk memimpin umat manusia. Dalam kitab Babad Tanah Jawi diceritakan bahwa Semar terlahir dengan nama Sang Hyang Ismoyo, putra Sang Hyang Tunggal, ditugaskan turun ke bumi menjadi Guru Sejati; yaitu gurunya para Satria dan para Raja.
Semar Bodronoyo pun ngejowantah (turun ke bumi). Ditampilkan sebagai sosok yang sangat arif dan bijaksana. Ia dikenal sebagai Kiai Lurah Semar Bodronoyo. Menjadi bapak dari anak-anak angkatnya dalam Punakawan, yaitu Gareng, Petruk dan Bagong. Falsafat hidup yang Semar ajarkan adalah Ojo keminter mundak keblinger, Ojo cidro mundak ciloko  terjemahan bebasnya adalah Jangan merasa paling pandai agar tak salah arah, Jangan suka berbuat curang agar tidak celaka.
Tokoh imajinatif ini dalam dunia pewayangan menjadi tokoh sentral yang selalu disegani sekaligus ditakuti. Baik pewayangan gagrak (model) Yogjakarta, Surakarta, Banyumasan, Surabayan, maupun Wayang Golek Sunda, semua menokohkan Semar sebagai “dewa berbadan manusia”; oleh karena itu sifat-sifat kedewaan melekat pada dirinya.
Apa yang terkandung dalam ajaran budi yang digagas para Pujangga Jawa (baca: Nusantara) saat itu adalah ajaran luhur untuk manusia agar selalu mengutamakan berbuat baik. Perbuatan baik seperti tersebut dimaknai dengan tidak merugikan orang lain.  Tuntutan ini menjadi lebih tinggi lagi jika yang bersangkutan merupakan pemimpin dari satu kaum; atau organisasi tertentu; apalagi pimpinan negara.
Persoalannya ialah bagaimana dan dengan cara apa mengejawantahkan ajaran tadi pada tatanan praksis; terutama dengan kondisi dunia yang sudah tanpa sekat ini. Mengejawantahkan dalam pengertian luas membumikan, adalah pekerjaan filosofis yang tidak mudah menanamkannya, mengimplementasikan; bahkan mewujudkan menjadi kebiasaan hidup.


Tantangan penerapannya dipandang dari dua sisi yang berbeda. Sisi pertama dari individu pelaku. Mengimplementasikan filsafat hidup yang tampak sederhana tadi; ternyata tidak sesederhana yang diduga, karena memerlukan kematangan diri dan introspeksi sera kontemplasi diri secara terus-menerus. Tingkat konsistensi ini yang sering tidak mudah untuk melakukannnya. Pada akhir-akhir ini kita melihat bagaimana tingkat konsistensi ini menampilkan hal yang paradok. Ada tokoh yang semula kita agungkan karena jasanya, justru pada penghujung lakon saat ini menjadi pribadi yang memuakkan. Akhirnya kita menjadi tidak simpati bahkan kasihan kepada yang bersangkutan. Ada tokoh yang semula tidak pernah menampakkan keunggulan, bahkan nyaris biasa-biasa saja. Namun dipenghujung laku, yang bersangkutan menunjukkan ketokohannya.
Sisi kedua dari masyarakat dimana pelaku berada; maksudnya ialah pada kondisi melinial serupa sekarang ini, dimana informasi menjadi begitu sangat terbuka, maka nilai-nilai tata krama kesopanan menjadi sangat longgar. Akibatnya penanaman nilai-nilai luhur menjadi tantangan tersendiri dalam menemukan metodanya.
Seperti kondisi sekarang dimana orang sedang sibuk menjual dirinya atau kelompoknya, bahkan tokoh imajinernya (istilah kerennya kampanye), tampak sekali norma tata krama dan sopan santun sudah sangat jauh ditinggalkan.
Hujatan bahkan kata-kata yang tidak patut diucapkan untuk dekade sepuluh tahun lalu; sekarang justru menjadi hiasan layar android semua orang. Terkadang membacanya membuat muka merah, telinga panas, seolah penulisnya orang yang tidak pernah sekolah atau tidak berbudaya. Semua akan menjadi-jadi manakala diberi muatan atas nama demokrasi, atas nama Hak-Hak Azazi dan atas nama kebebasan berpendapat. Tidak perduli kebebasan itu akan mengusik kebebasan orang lain juga; sehingga terjadi debat kusir yang ujung-ujungnya terjebak kepada saling lapor kepada pihak berwajib karena merasa masing-masing haknya dilanggar.
Instrumen sosial yang ada sekaraang tampaknya sedikit kewalahan dalam menampung semua gerak sosial yang ada. Manover sosial yang dilakaukan oleh pelaku sosial; tidak jarang berada di luar koridor sosial yang ada. Kita bisa bebas mengatakan tahun depan kita ganti kendaraan, namun begitu ditanya kendaraannya apa, kita tidak bisa menjawab, karena kita tidak tau memilih kendaraan. Akhirnya yang pusing adalah dealer kendaraan; harus menyediakan kendaraan yang mana untuk konsumen yang memerlukan perubahan kendaraan.
Hal-hal imajinatif serupa itu sah-sah saja untuk saat ini, walaupun jika digunakan parameter sosial  yang ada agak sulit membedakan garis pemisah antara waras dan gila. Ini menunjukkan bahwa parameter nya yang ada sekarang perlu direkayasa ulang agar mampu menampung luberan fenomena sosial “baru” tadi.
Sahdan seorang pendatang baru pesan beragam makanan di salah satu Rumah Makanan Khas Palembang;  merasa tertipu pada waktu saat makan: empek-empek, Kapal Selem, Dos, Pastel; ternyata semua adalah empek-empek dengan beragam masakan. Sang Pendatang baru menyadari bahwa Juru Masak makanan Palembang memiliki daya rekayasa makanan kreatif yang tinggi. Beda nama satu rasa adalah hal yang biasa dalam tatanan kehidupan yang beragam ini.
 jika itu menyangkut benda-benda, atau makanan yang berupa fisik, persoalannya boleh dikatakan sederhana. Namun menjadi berbeda jika itu menyangkut sesuatu yang abstrak; seperti ideologi, pandangan hidup, falsafah hidup, pemikiran, aliran, dan gerak imajinatif tingkat tinggi lainnya. Karena pada tataran ini manusia merasa berada pada wilayah yang berbeda dengan manusia lainnya. Intervensi ideologis imajinatif tidak bisa dipaksakan dengan keterwakilan simbol. Contoh menggelikan pernah terjadi pada suatu tempat pada Pemilihan Kepala Daerah yang baru lalu; ada seorang Nenek-nenek keluar dari bilik suara berwajah bingung;  dengan menenteng kertas suara dia menuju pada meja petugas dan berkata, Saya harus milih gambar yang mana, karena pesan yang mengasih uang kemarin saya lupa. Untung petugas sigab dan menganggab nenek-nenek tadi linglung, sehingga tidak perlu dikenai proses hukum.
Lelucun yang tidak lucu di atas adalah penggambaran bagaimana intervensi ide, gagasan, atau hal-hal yang bersifat imajinatif sering kandas karena faktor-faktor yang melingkupi keindividualan manusia.  Sangat bisa terjadi dua orang manusia tidur di satu bantal yang sama, tetapi sedang memikirkan sesuatu yang berbeda, bahkan mungkin paradok.
Kita bisa bayangkan Indonesia yang memiliki jumlah penduduk duaratus limapuluh juta jiwa kurang lebih, tentu juga memiliki duaratus limapuluh juta pemikiran yang tidak mungkin sama. Tentu memerlukan pemimpin yang hanya Tuhan yang berkehendak untuk memilihnya.
Intrumen sosial yang kita buat adalah saringan-saringan sosial yang hanya memilah dan memilih dari diantara kita. Adapun ketetapan akhir untuk siapa yang diangkat menjadi yang terpilih, itu adalah kewenangan keilahian.  Kesadaran keilahian inilah yang tampaknya sering luput dari kalkulasi sosial manusia. Bahkan karena kepongahannya manusia sering melanggar akan garis keilahian ini.
Romantisme ideologis yang superlatif ini memang sangat terbuka untuk ditafsirkan, bahkan untuk didebat sekalipun. Namun perlu diingat keterbatasan manusia akan adanya ruang dan waktu adalah realitas nyata yang melekat dan substantif.
Sebagai manusia kita boleh merasa bahwa sedang memerankan lakon dari alur cerita kehidupan kita masing-masing. Namun garis perjalanan itu sudah ditetapkan oleh Yang Maha Menetapkan, sebelum kita lahir di dunia menjadi pelaku kehidupan.
Manusia pada hakekatnya memiliki empat kuadran kehidupan sosial, kuadran pertama berpenampilan baik dan berprilaku baik, kuadran kedua berpenampilan buruk berprilaku buruk, kuadran ketiga berpenampilan baik berprilaku buruk, kuadran keempat berpenampilan buruk berprilaku baik. Pada situasi mana lompatan kuadran terjadi, sangat tergantung bagaimana kecerdasan personal dari yang bersangkutan. Kecerdasan personal sendiri dalam tulisan ini adalah mewakili gabungan kecerdasan inteligensi, emosi, dan spiritual dari manusia sebagai pelaku sosial.
Contoh-contoh kongkrit dalam kehidupan sehari-hari dari keempat kuadran tadi dapat kita lihat; baik dalam kehidupan nyata maupun melalui media sosial yang kita genggam setiap saat. Tampilan keempat kuadran tadi tidak ada kaitannya dengan status sosial seseorang, kedudukan seseorang dalam strata sosial yang ada. Bahkan secara hipotetis dapat dikatakan bahwa keempat kuadran tadilah mewadahi tampilan dari sifat dan watak asli manusia pada umumnya.
Tulisan ini ditutup dengan piweling dari Pujangga Besar Ronggowarsito yang terjemahan bebasnya adalah sebagai beikut: Menghadapi jaman gila, tidak ikut gila tidak kebagian, ikut gila tidak tahan. Seberuntungnya orang untung itu jika selalu ingat dan waspada.

1 komentar:

  1. MestiQQ Adalah perusahaan judi online KELAS DUNIA ber-grade A

    Sudah saatnya Pencinta POKER Bergabung bersama kami dengan Pemain - Pemain RATING-A

    Hanya dengan MINIMAL DEPOSIT RP. 10.000 anda sudah bisa bermain di semua games.

    Kini terdapat 8 permainan yang hanya menggunakan 1 User ID & hanya dalam 1 website.
    ( POKER, DOMINO99, ADU-Q, BANDAR POKER, BANDARQ, CAPSA SUSUN, SAKONG ONLINE, BANDAR66 )

    PROSES DEPOSIT DAN WITHDRAWAL CEPAT Dan AMAN TIDAK LEBIH DARI 2 MENIT.

    100% tanpa robot, 100% Player VS Player.
    Live Chat Online 24 Jam Dan Dilayani Oleh Customer Service Profesional.

    Segera DAFTARKAN diri anda dan Coba keberuntungan anda bersama MestiQQ
    ** Register/Pendaftaran : WWW-MestiQQ-POKER
    Jadilah Milionare Sekarang Juga Hanya di MestiQQ ^^

    Untuk Informasi lebih lanjut silahkan Hubungi Customer Service kami :
    BBM : 2C2EC3A3
    WA: +855966531715
    SKYPE : mestiqqcom@gmail.com

    BalasHapus